Metode Penelitian Kualitatif

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia. Dalam perkembanganya dibutuhkan anggaran yang cukup besar setiap tahunnya untuk membiayai pengeluaran pemerintas dan melaksanakan berbagai macam pembangunan. Semakin besar pengeluaran yang dilakukan oleh negara, maka semakin besar pula penerimaan yang perlu diterima oleh negara. Menurut Candra, dkk (2013) Pajak merupakan sumber penerimaan pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan.
            Menurut   Prof.  Dr.  Rochmat  Soemitro,  SH,  (1994)  guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh  Rahman (2011 : 30)
Pajak  adalah  iuran  rakyat  kepada  kas  negara (peralihan  kekayaan  dari  sektor  partikulir  ke  sektor  pemerintah)  berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi),  yang  langsung  dapat  ditunjukkan  dan  digunakan  untuk  membiayai pengeluaran umum.

Pengertian yang lain dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Rapina, dkk (2011) Pajak  sebagai  suatu  kewajiban  untuk  menyerahkan  sebagian kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang  ditetapkan  pemerintah  serta  dapat  dipaksakan,  tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Dari  pengertian-pengertian  pajak  yang  dikemukakan  para  ahli,  maka Waluyo dan Wirawan (2005) dalam Prabowo (2010)  mengemukakan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak diantaranya, Pertama, pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. Kedua, dalam  pembayaran  pajak  tidak  dapat  ditunjukkan  adanya  kontraprestasi individual oleh pemerintah. Ketiga, pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keempat, pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. Kelima, pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
            Dari semua pengertian pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan Pajak merupakan salah satu bentuk kontribusi rakyat kepada negara. Bentuk kontribusi yang dilakukan berupa iuran yang dibayarkan oleh rakat kepada negara, yang dalam pemungutannya telah diatur dalam undang-undang. Tujuan dari adanya pajak adalah sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang nantinya digunakan dalam pembiayaan negara.
   Menurut Wijaya dan Martani (2011) dalam Yuliani (2013) salah satu sektor pajak yang paling besar diperoleh negara adalah pajak penghasilan. Menurut Siti Resmi (2009:88) pajak penghasilan adalah “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak. Menurut PSAK No. 46 (2010) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (Direktorat Jendral Pajak), Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dari menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 (Direktorat Jendral Pajak) diatur bahwa salah satu yang termasuk dalam Subjek Pajak adalah badan. Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut disebut sebagai Wajib Pajak (WP). Dalam pasal 4 ayat satu Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 (Direktorat Jendral Pajak) disebutkan Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak dapat dimulai dengan dilakukannya reformasi perpajakan. Hal ini dapat dilakukan dengan adanya suatu perubahan dalam sistem perpajakan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosadi (2012), Sejak  tahun  1983,  sistem  pemungutan  pajak  di  indonesia  menganut  self assessment system menggantikan sistem pemungutan pajak yang semula yaitu official assessment  system
Sebelumnya dalam official assessment system wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak terletak pada fiskus atau aparat pajak. Wajib pajak bersifat pasif, jadi fiskuslah yang lebih aktif mencari wajib pajak dan menentukan berapa jumlah pajak yang harus dibayar. Sedangkan dalam self assessment system wajib pajak diberi kepercayaan untuk menentukan, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar. Penerapan sistem ini bukan berarti wajib pajak diberi kebebasan penuh untuk memenuhi kewajiban pajak semaunya.
Selain melakukan reformasi pada sistem perpajakan, upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan reformasi terhadap sistem administrasi perpajakan. Menurut Lumbantoruan (1997) dalam Rapina, dkk. (2011) administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur pengenaan dan pemungutan pajak. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat wajib pajak.
Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem, dan (3) lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan. Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses pemajakan.
            Perkembangan teknologi informasi telah berkembang sangat pesat dan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Seperti halnya pada bidang pajak. Teknologi informasi telah digunakan pada sistem administrasi perpajakan modern. Sistem ini telah merangkul kemajuan teknologi. Menurut Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis,  dan  mendistribusikan  informasi  dalam  bentuk  apapun  termasuk  kata-kata, bilangan, dan gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari penerapan sistem administrasi perpajakan modern guna meningkatkan penerimaan pajak.
Penerapan teknologi informasi dalam sistem administrasi perpajakn modern terbaru di antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Sistem ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. bentuk layanan yang diberikan menggunakan kemajuan teknologi informasi berbasis e-system, seperti e-Registration, e-Filing,  e. Billing.
e-Registration merupakan bentuk layanan yang memberikan kemudahan terhadap Wajib Pajak guna mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Menurut Diana dan Setiawati (2009) mengatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Sebelum adanya sistem administrasi perpajakn modern, wajib pajak diharuskan untuk mendaftarkan diri secara langsung ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Setelah adanya teknologi informasi, untuk mendapatkan NPWP wajib pajak dapat mendaftarkan diri melalui pendaftaran secara online ini, Wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan pajak, cukup dilakukan melalui komputer yang mempunyai jaringan internet dimanapun, kemudian mengirimkan softcopy dokumen pendukung yang dibutuhkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan Anda hanya perlu menunggu kartu NPWP disampaikan ke alamat wajib pajak.
 e-Filing menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat 7 adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online  dan  real time melalui jasa aplikasi. Surat Pemberitahuan (SPT) menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat 1 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai drngan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebelum adanya sistem administrasi perpajakn modern penyampaian SPT dilakukan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, namun setelah adanya sistem e-Filing maka penyampaian SPTdapat dilakukan dari manapun serta kapanpun. System ini akan mempermudah para wajib pajak dalam penyampaian SPT, terlebih bagi para wajib pajak yang sedikit memiliki waktu luang.
            e-Billing merupakan aplikasi yang menawarkan kemudahan pembayaran pajak melalui metode pembayaran elektronik dengan segala kelebihannya: cepat, mudah, nyaman dan fleksibel. Meskipun penerapannya masih dalam tahap ujicoba, namun semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.
Untuk mendapatkan layanan ini, wajib pajak harus melakukan registrasi melalui situs e-Billing, www.sse.pajak.go.id. Setelah Kode Billing diperoleh, pembayaran dapat dilakukan melalui Kantor Pos dan bank persepsi. Penggunaan ATM maupun Internet Banking untuk pembayaran pajak dapat dilakukan dengan memasukkan Kode Billing ini, namun masih terbatas pada Bank Mandiri. Sebagai bukti pembayaran, wajib pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara. Untuk transaksi melalui teller, bukti yang diterbitkan berupa Dokumen Bukti Penerimaan Negara. Apabila transaksi dilakukan melalui ATM, bukti transaksi berupa struk ATM, sementara apabila pembayaran dilakukan melalui Internet banking, Bukti Pembayaran yang diterbitkan dalam format elektronik yang dapat dicetak oleh Wajib Pajak.
Bukti Penerimaan Negara (BPN) termasuk salinan dan fotokopinya merupakan ‘sarana administrasi lain’ yang kedudukannya disamakan dengan SSP. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Sehingga dalam praktek perpajakan, untuk melakukan pelaporan surat pemberitahuan, pemindahbukuan, bukti pemotongan dan pemungutan, Bukti Penerimaan Negara tersebut mempunyai kedudukan hukum yang setara dengan SSP. Layanan pembayaran pajak secara elektronik melalui e-Billing ini merupakan perwujudan komitmen pelayanan prima Ditjen Pajak.
            Dalam sistem administrasi perpajakan modern kantor pelayanan pajak juga mengalami modernisasi. Dalam penelitian Prabowo (2010) menerangkan bahwa Pada tahun 2005, mulai dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) atau STO (Small Taxpayers Office) yang merupakan gabungan dari ketiga jenis unit kantor yang berbeda Kantor Pelayanan Pajak(KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karakteristik utama dari KPP Pratama adalah pelayanan pajak sudah mulai satu atap (one stop service) karena semua jenis pelayanan perpajakan baik jenis pajak PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB dan Pemeriksaan/Penyidikan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Segmen wajib pajak yang dikelola oleh KPP Pratama ini adalah Wajib Pajak Badan menengah ke bawah dan Wajib Pajak Orang Pribadi, yang terbagi atas wilayah-wilayah tertentu yang pengawasannya dilakukan oleh Account Representative (AR) sebagai ujung tombak pelayanan dan perantara antara DJP dengan Wajib Pajak.
            Banyak hal yang terjadi akibat adanya sistem administrasi perpajakan modern. Salah satunya adanya teknologi informasi. Tidak luput pula pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang ada di Kota Malang, yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan yang terletak di Jalan Merdeka Utara No.3  Malang. Kantor ini khusus menangani Wajib pajak dari kecamatan Sukun, Klojen dan Kedungkandang.
            Menurut Rahayu (2010:109) “modernisasi sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi penerimaan pajak terlaksana dengan baik, efektif dan efisien.”
            Guna mengetahui perbandingan penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah adanya teknologi informasi berupa e-system perpajakan yang mulai diterapkan sejak adanya Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan judul “PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MALANG SELATAN SEBELUM  DAN SETELAH ADANYA TEKNOLOGI INFORMASI (2005-2010).




1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masaah sebagai berikut:
1.      Mengapa Teknologi Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010?
2.      Bagaimana Teknologi Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010?
3.      Sejauhmana e-filling mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui bagaimana Teknologi Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010.
2.      Mengetahui mengapa Teknologi Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010.
3.      Mengetahui sejauhmana e-filling mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagi Mahasiswa
Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan penulis serta sebagai sarana penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah.
2.      Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai seluruh civitas akademika, serta sebagai referensi yang dapat menunjang untuk bagi penelitian-penelitian yang akan datang.
3.      Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan atau masukan bagi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan dalam mengingkatkan penerimaan pajak.




BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai perpajakan, modernisasi perpajakan, teknologi informasi, serta perilaku. Selain itu pada bab ini dibahas pula mengenai pengaruh modernisasi perpajakan, teknologi informasi dan perilaku terhadap penerimaan pajak.
2.1 Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut   Prof.  Dr.  Rochmat  Soemitro,  SH,  (1994)  guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh  Rahman (2011 : 30)
Pajak  adalah  iuran  rakyat  kepada  kas  negara (peralihan  kekayaan  dari  sektor  partikulir  ke  sektor  pemerintah)  berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi),  yang  langsung  dapat  ditunjukkan  dan  digunakan  untuk  membiayai pengeluaran umum.

Pengertian yang lain dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Rapina, dkk (2011). Pajak  sebagai  suatu  kewajiban  untuk  menyerahkan  sebagian kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang  ditetapkan  pemerintah  serta  dapat  dipaksakan,  tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Definisi pajak menurut Brotodiharjo (2008:30) adalah sebagai berikut:
Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang tentang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran  umum  berhubungan  dengan  tugas  negara  yang   menyelenggarakan pemerintah.

Pengertian pajak menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang  Nomor 28 Tahun 2007 (Direktorat Jendral Pajak) tentang Ketentuan Umum  dan Tata Cara Perpajakan adalah sebagai berikut:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara terhutang oleh orang pribadi atau badan yang besifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Beberapa pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang dikutip oleh Siti Resmi (2008:1) adalah sebagai berikut:
S.I. Jayadiningrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang di tetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum,
N.J. Feldmann: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut  norma-norma  yang  ditetapkan  secara  umum),  tanpa  ada kontraprestasi,  dan  semata-mata  digunakan  untuk  menutup  pengeluaran-pengeluaran umum.

Dari  pengertian-pengertian  pajak  yang  dikemukakan  para  ahli,  maka Waluyo dan Wirawan (2005) dalam Prabowo (2010)  mengemukakan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak diantaranya: Pertama, pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. Kedua, dalam  pembayaran  pajak  tidak  dapat  ditunjukkan  adanya  kontraprestasi individual oleh pemerintah. Ketiga, pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keempat, pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. Kelima, pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Dari semua pengertian pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan Pajak merupakan salah satu bentuk kontribusi rakyat kepada negara. Bentuk kontribusi yang dilakukan berupa iuran yang dibayarkan oleh rakat kepada negara, yang dalam pemungutannya telah diatur dalam undang-undang. Tujuan dari adanya pajak adalah sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang nantinya digunakan dalam pembiayaan negara.
2.1.2  Fungsi Pajak
Menurut Siti Resmi (2008) fungsi pajak merupakan Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara). Dalam hal ini pajak  merupakan  salah  satu  sumber  penerimaan  pemerintah  untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Contohnya dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. Selain itu pajak juga memiliki  Fungsi Regularend (Pengatur). Dalam hal ini pajak  sebagai  alat  untuk  mengatur  atau  melaksanakan  kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Contohnya  yaitu  dikenakannya  pajak  yang  tinggi  terhadap  minuman keras, sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.
Berdasarkan  fungsi  yang diatas,  dapat  disimpulkan  bahwa  pajak  merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang nantinya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, selain itu pajak juga memiliki fungsi sebagai alat pengatur yang mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang tujuannya merupakan hal yang baik bagi masyarakat luas.
2.1.3 Jenis Pajak
Menurut  Mardiasmo  (2011)  menyebutkan  bahwa  pajak  dibagi  menjadi beberapa jenis yaitu:
Menurut golongannya jenis pajak dibagi menjadi dua. Pertama, Pajak  Langsung. Pajak jenis ini adalah  pajak  yang  harus  dipikul  atau  ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan. Kedua, Pajak  Tidak  Langsung. Pajak jenis ini  adalah  pajak  yang  pada  akhirnya  dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut sifatnya jenis pajak dibagi menjadi dua. Pertama, Pajak Subjektif. Pajak jenis ini adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya Pajak Penghasilan. Kedua, Pajak Objektif. Pajak jenis ini adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Menurut Lembaga Pemungutnya jenis pajak dibagi menjadi dua. Pertama, Pajak Pusat. Pajak jenis ini adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya  Pajak  Penghasilan,  Pajak  Pertambahan  Nilai  dan  Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai. Kedua, Pajak Daerah. Pajak jenis ini adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:   Pajak Propinsi, contohnya Pajak  Kendaraan  Bermotor  dan  Pajak  Bahan  Bakar Kendaraan Bermotor. Selain itu pajak daerah juga terdiri atas Pajak Kabupaten/Kota  contohnya pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.
2.1.4   Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Waluyo (2011) ada tiga macam, yaitu, Pertama, Official Assessment System. Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang dibayar oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk melalui Surat  Ketetapan  Pajak  Daerah atau  dokumen  lain  yang  dipersamakan seperti karcis dan nota pesanan (bill). Ciri-cirinya, wewenang  untuk  menentukan  besarnya  pajak  terutang  ada  pada fiskus; wajib pajak bersifat pasif; utang  pajak  timbul  setelah  dikeluarkan  surat  ketetapan  pajak  oleh fiskus.
Kedua, Self Assessment Sytem. Sistem ini memberikan  wewenang  penuh  kepada  wajib  pajak  untuk menghitung,  memperhitungkan,  menyetorkan  dan  melaporkan  sendiri besarnya hutang pajak. Ciri-cirinya, wewenang  untuk  menentukkan  besarnya  pajak  terutang  ada  pada wajib pajak itu sendiri; wajib pajak aktif mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang; fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
Ketiga, Witholding System. Sistem in merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukkan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya, wewenang  menentukkan  besarnya  pajak  yang  terutang adalah  pada  pihak  ketiga,  pihak  selain  fiskus  dan  wajib pajak.
2.1.5 Wajib Pajak
Menurut  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  16 Tahun  2009 (Direktorat Jendral Pajak) tentang  perubahan terbaru  atas  Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  1983 (Direktorat Jendral Pajak)  mengenai  Ketentuan  Umum  dan  Tata  Cara Perpajakan, yang dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan  peraturan  perundang  undangan  perpajakan  ditentukan  untuk melakukan  kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Rahayu (2006) membedakan wajib pajak menjadi Wajib pajak orang pribadi baik usahawan maupun non usahawan; Wajib  pajak  badan,  yang  meliputi  perseroan  terbatas,  perseroan  komanditer,  perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi sosial yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya; dan Pemungut  atau  pemotong  pajak  yang  ditunjuk  oleh  pemerintah,  misalnya  bendaharawan pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).



2.16 Pajak Penghasilan
Menurut Resmi (2009 : 88) pajak penghasilan diartikan sebaga “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak”. Menurut PSAK No. 46 (2010) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas.
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (Direktorat Jendral Pajak), Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dari menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
2.1.7        Pajak Penghasilan Badan
       Menurut Diana dan Setiawati (2009), subjek pajak penghasilan badan dapat berupa: wajib Pajak Dalam Negeri berupa Badan Usaha, dimana badan usaha tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; wajib Pajak Luar Negeri berupa badan atau Bentuk Usaha Tetap (BUT), dimana badan tersebut tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia baik melalui maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap.
Tarif pajak penghasilan badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 (Direktorat Jendral Pajak) Tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebesar 25 % dari Penghasilan Kena Pajak. Bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif tersebut (25%).
Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 adalah sebagai berikut : Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai dengan Desember 2013 dari Wajib Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013  dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran usaha bruto dan bersifatfinal.

2.2 Revormasi Perpajakan
Menurut Anggito Abimanyu (2003) reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di  segala  aspek  perpajakan.  Reformasi  perpajakan  yang  sekarang  menjadi  prioritas menyangkut  modernisasi  administrasi  perpajakan  jangka  menengah  (tiga  hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya: pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan, ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Menurut  Pandiangan  (2008:64) 
“Modernisasi  perpajakan  yang  dilakukan merupakan  bagian  dari  grand  design  reformasi  perpajakan  (tax  reform)  secara komprehensif.  Sebagaimana  yang  menjadi  sasaran  sejak  tahun  2002,  bahwa  reformasi perpajakan  secara  komprehensif  sebagai  satu  kesatuan  dilakukan  terhadap  3  (tiga)  bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh pilar perpajakan, yaitu: Bidang Administrasi, Bidang Peraturan, Bidang Pengawasan.”



2.3 Modernisasi Administrasi Perpajakan
Menurut Rahayu (2009) modernisasi sistem administrasi  perpajakan   merupakan  pelaksanaan  dari  berbagai  program  dan kegiatan  yang  ditetapkan  dalam  reformasi  administrasi  perpajakan. Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya,  baik  secara  individu,  kelompok,  maupun  kelembagaan  agar  lebih  efisien, ekonomis  dan  cepat. Hal ini merupakan  perwujudan  dari  program  dan  kegiatan  reformasi administrasi  perpajakan  jangka  menengah  yang  menjadi  prioritas  reformasi  perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 2001.
Konsep  dari  modernisasi  perpajakan,  adalah  pelayanan  prima  dan  pengawasan intensif  dengan  pelaksanaan  good  governance.  Tujuan  modernisasi  antara  lain, meningkatkan kepatuhan pajak, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan dan memacu produktivitas  pegawai  pajak  yang  tinggi.  Modernisasi  sendiri  meliputi  tiga  hal,  yakni reformasi  kebijakan,  administrasi  dan  pengawasan.  Keberhasilan  modernisasi  perpajakan membutuhkan kerja sama dan keterbukaan hati dari kedua belah pihak, baik dari Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak.
Menurut Pandiangan (2008:7) “Modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan pada dasarnya meliputi : Restrukturisasi organisasi; Penyempurnaan proses bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi;  Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.”
Sasaran dilakukannya modernisasi sistem administrasi pajak menurut Pandiangan (2008) adalah:  Maksimalisasi  penerimaan  pajak;  Kualitas  pelayanan  yang  mendukung kepatuhan wajib pajak; Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak  mempunyai  tingkat  integritas  dan  keadilan  yang  tinggi; Menjaga  rasa  keadilan dan  persamaan  perlakuan  dalam  proses  pemungutan  pajak;  Pegawai  Pajak  dianggap sebagai  karyawan  yang  bermotivasi  tinggi,  kompeten,  dan  profesional; Peningkatan produktivitas  yang  berkesinambungan;  Wajib  Pajak  mempunyai  alat  dan  mekanisme untuk mengakses informasi yang diperlukan; dan Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak.

2.4 Teknologi Informasi
Menurut Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis,  dan  mendistribusikan  informasi  dalam  bentuk  apapun  termasuk  kata-kata, bilangan, dan gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari penerapan sistem administrasi perpajakn modern guna meningkatkan penerimaan pajak.
Penerapan teknologi informasi dalam sistem administrasi perpajakan modern terbaru di antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Sistem ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. bentuk layanan yang diberikan menggunakan kemajuan teknologi informasi berbasis e-system, seperti e-Registration, e-Filing,  e. Billing.
E-Registration merupakan layanan yang memberikan kemudahan terhadap Wajib Pajak guna mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun menurut Diana dan Setiawati (2009) mengatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Sebelum adanya sistem administrasi perpajakn modern, wajib pajak diharuskan untuk mendaftarkan diri secara langsung ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Setelah adanya teknologi informasi, untuk mendapatkan NPWP wajib pajak dapat mendaftarkan diri melalui pendaftaran secara online ini, Wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan pajak, cukup dilakukan melalui komputer yang mempunyai jaringan internet dimanapun, kemudian mengirimkan softcopy dokumen pendukung yang dibutuhkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan Anda hanya perlu menunggu kartu NPWP disampaikan ke alamat wajib pajak.
E-Filing menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat 7 adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online  dan  real time melalui jasa aplikasi. Surat Pemberitahuan (SPT) menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat 1 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai drngan ketentuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sebelum adanya sistem administrasi perpajakn modern penyampaian SPT dilakukan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, namun setelah adanya sistem e-Filing maka penyampaian SPTdapat dilakukan dari manapun serta kapanpun. System ini akan mempermudah para wajib pajak dalam penyampaian SPT, terlebih bagi para wajib pajak yang sedikit memiliki waktu luang.
E-Billing merupakan aplikasi yang menawarkan kemudahan pembayaran pajak melalui metode pembayaran elektronik dengan segala kelebihannya: cepat, mudah, nyaman dan fleksibel. Meskipun penerapannya masih dalam tahap ujicoba, namun semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.
Untuk mendapatkan layanan ini, wajib pajak harus melakukan registrasi melalui situs e-Billing, www.sse.pajak.go.id. Setelah Kode Billing diperoleh, pembayaran dapat dilakukan melalui Kantor Pos dan bank persepsi. Penggunaan ATM maupun Internet Banking untuk pembayaran pajak dapat dilakukan dengan memasukkan Kode Billing ini, namun masih terbatas pada Bank Mandiri. Sebagai bukti pembayaran, wajib pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Negara. Untuk transaksi melalui teller, bukti yang diterbitkan berupa Dokumen Bukti Penerimaan Negara. Apabila transaksi dilakukan melalui ATM, bukti transaksi berupa struk ATM, sementara apabila pembayaran dilakukan melalui Internet banking, Bukti Pembayaran yang diterbitkan dalam format elektronik yang dapat dicetak oleh Wajib Pajak.
Bukti Penerimaan Negara (BPN) termasuk salinan dan fotokopinya merupakan ‘sarana administrasi lain’ yang kedudukannya disamakan dengan SSP. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Sehingga dalam praktek perpajakan, untuk melakukan pelaporan surat pemberitahuan, pemindahbukuan, bukti pemotongan dan pemungutan, Bukti Penerimaan Negara tersebut mempunyai kedudukan hukum yang setara dengan SSP. Layanan pembayaran pajak secara elektronik melalui e-Billing ini merupakan perwujudan komitmen pelayanan prima Ditjen Pajak.
Menurut Pratama (2009) dalam Kirana (2010), penerapan suatu sistem dan teknologi informasi tidak  terlepas  dari  aspek  perilaku  karena  pengembangan  sistem  terkait  dengan masalah individu dan organisasional sebagai pengguna sistem tersebut, sehingga sistem  yang  dikembangkan  harus  berorientasi  pada  penggunanya.  Lina  (2007) menyatakan  bahwa  keberhasilan  penerimaan  sistem  informasi  tidak  hanya ditentukan  oleh  bagaimana  sistem  tersebut  bisa  memproses  suatu  informasi dengan  baik,  tapi  juga  ditentukan  oleh  tingkat  penerimaan  individu  terhadap penerapan sistem informasi tersebut.
2.5 Perilaku
Menurut Kurt Lewin (1970), perilaku manusia adalah suatu keadaan seimbang antara driving forces (kekuatan-kekuatan pendorong) dan restrining forces (kekuatan-kekuatan penahan). Perilaku dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut. Menurut Tiraada (2013) Theory of  Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul  karena  adanya  niat  untuk  berperilaku.  Sedangkan  muncul niat  berperilaku  ditentukan  oleh  3  faktor  penentu  yaitu:  (1)  behavioral  beliefs,  yaitu keyakinan  individu  akan  hasil  dari  suatu  perilaku  dan  evaluasi  atas  hasil  tersebut (beliefs  strength  and  outcome  evaluation),  (2)  normatif  beliefs,  yaitu  keyakinan  tentang harapan  normatif  orang  lain  dan  motivasi  untuk  memenuhi  harapan  tersebut  (normatif beliefs  and  motivation  to  comply),  dan  (3)  control  beliefs,  yaitu  keyakinan  tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan (control  beliefs)  dan  persepsinya  tentang  seberapa  kuat  hal-hal  yang  mendukung  dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).
Dalam  Teori  Perilaku  Terencana  yang  dirumuskan  Ajzen  dalam Ernawati  dan  Purnomosidhi (2010),  niat  berperilaku  merupakan  variabel  antara  dalam  membentuk  perilaku.  Hal  ini berarti  bahwa  seseorang  akan  melakukan  suatu  tindakan  atau  perilaku  melalui  niat. Perilaku juga dipelajari pada bidang akuntansi, seperti dalam Hudayati (2002) disebutkan bahwa akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang  mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et al. 1989). Istilah sistem akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti yang luas yang meliputi seluruh desain alat pengendalian manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain akuntansi pertangungjawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan.
Ruang lingkup akuntansi keperilakuan meliputi: (1) mempelajari pengaruh antara perilaku manusia terhadap desain, konstruksi, dan penggunaan sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain organisasi; (2) mempelajari pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan, kepuasan kerja dan kerja sama; (3) metode untuk memprediksi perilaku manusia dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku.
Salah satu bentuk prilaku dalam perpajakan adalah kepatuhan. Menurut  James  et  all.  (2004)  kepatuhan  adalah  suatu  keadaan  yang menuntut wajib pajak untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut  Nurmantu  (2003)  dalam  Sofyan  (2005),  kepatuhan  perpajakan  didefinisikan sebagai  suatu  keadaan  dimana  wajib  pajak  memenuhi  semua  kewajiban  perpajakan  dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut  Simon  (2003)  seperti   yang  dikutip  oleh Harinurdin  (2009)  pengertian  kepatuhan  pajak  (tax compliance) adalah wajib pajak mempunyai kesediaan  untuk memenuhi  kewajiban  pajaknya. Pemenuhan  kewajiban perpajakan  tersebut  harus  sesuai  dengan  aturan  yang berlaku  tanpa  perlu  ada  pemeriksaan,   investigasi  seksama  (obtrusive investigation),  peringatan,  ancaman, dan  penerapan  sanksi baik hukum  maupun  administrasi.
Menurut Nurmantu (2007), kepatuhan wajib  pajak  memenuhi   kewajiban  perpajakkannya akan  meningkatkan  penerimaan  negara  dan  pada gilirannya  akan  meningkatkan  besarnya  rasio  pajak.

2.6 Pengaruh Modernisasi Perpajakan, Teknologi Informasi dan Perilaku Terhadap Penerimaan Pajak
Menurut Rahayu (2009) modernisasi sistem administrasi  perpajakan merupakan  pelaksanaan  dari  berbagai  program  dan kegiatan  yang  ditetapkan  dalam  reformasi  administrasi  perpajakan. Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya,  baik  secara  individu,  kelompok,  maupun  kelembagaan  agar  lebih  efisien, ekonomis  dan  cepat.
Adapun Sasaran dilakukannya modernisasi sistem administrasi pajak menurut Pandiangan (2008) adalah untuk maksimalisasi  penerimaan  pajak. Secara keseluruhan dengan adanya modernisasi pada sektor perpajakan diharapkan mampu membuat sistem pemungutan pajak lebih efisien, selain itu diharapkan pula mampu untuk memaksimalkan penerimaan pajak.
Salah satu bentuk modernisasi perpajakan adalah diterapkannya teknologi informasi. Menurut Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis,  dan  mendistribusikan  informasi  dalam  bentuk  apapun  termasuk  kata-kata, bilangan, dan gambar.
Menurut Rahayu (2010:109) modernisasi sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi penerimaan pajak terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa dengan diterapkannya teknologi informasi pada sistem perpajakan mampu mengoptimalkan penerimaan pajak.
Dengan adanya penerapan teknologi informasi maka secara tidak langsung perilaku wajib pajak akan dipengaruhi. Menurut Tiraada (2013) Theory of  Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul  karena  adanya  niat  untuk  berperilaku. Salah satu bentuk perilaku adalah kepatuhan. Menurut  James  et  all.  (2004)  kepatuhan  adalah  suatu  keadaan  yang menuntut wajib pajak untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Suryadi (2006) kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak pada Wilayah Jawa Timur.
Kepatuhan wajib pajak yang tinggi dapat dicapai dengan cara dilakukannya modernisasi administrasi perpajakan. Menurut Nasucha (2004) dalam Rahayu (2009) dua  tugas  utama  reformasi  administrasi  perpajakan  menurut  Nasucha  (2004) adalah untuk  mencapai efektivitas  yang tinggi,  yaitu  kemampuan untuk  mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya admninistrasi per  unit  penerimaan  pajak  sekecil-kecilnya.
Menurut  Oxford  (1995)  dalam  Candra  (2013)  mendefinisikan  teknologi  informasi adalah  studi  atau  penggunaan  peralatan  elektronika, terutama  komputer  untuk  menyimpan, menganalisis,  dan  mendistribusikan  informasi  dalam  bentuk  apapun  termasuk  kata-kata, bilangan, dan gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari penerapan sistem administrasi modern guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2.7 Kerangka Teori






 




 2.8 Ringkasan
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara. Menurut Brotodiharjo (2008:30) Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang tentang wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran  umum  berhubungan  dengan  tugas  negara  yang   menyelenggarakan pemerintah.
Menurut Siti Resmi (2008) fungsi pajak dapat  disimpulkan  bahwa  pajak  merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang nantinya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, selain itu pajak juga memiliki fungsi sebagai alat pengatur yang mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang tujuannya merupakan hal yang baik bagi masyarakat luas.
Salah satu bentuk pajak adalah pajak penghasilan. Menurut PSAK No. 46 (2010) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas. Guna meningkatkan penerimaan pajak maka Direktorat Jendral Pajak melakukan revormasi perpajakna. Salah satu bentuknya adalah modernisasi sistem administrasi perpajakan. Dengan dilakukannya modernisasi sistem administrasi pajak, Pandiangan (2008) mengungkapkan bahwa tujuannya untuk maksimalisasi  penerimaan  pajak.
Menurut Rahayu (2009) modernisasi sistem administrasi  perpajakan   merupakan  pelaksanaan  dari  berbagai  program  dan kegiatan  yang  ditetapkan  dalam  reformasi  administrasi  perpajakan. Bentuk dari modernisasi tersebut adalah diterapkannya teknologi informasi.  Menurut Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan, menganalisis,  dan  mendistribusikan  informasi  dalam  bentuk  apapun  termasuk  kata-kata, bilangan, dan gambar.
Penerapan teknologi informasi dalam bidang pajak yang telah dilakukan adalah adanya e-registration, e-filling, serta e-billing. Menurut Rahayu (2010:109) modernisasi sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi penerimaan pajak terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Selain modernisasi dan teknologi penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh prilaku wajib pajak.
Menurut Tiraada (2013) Theory of  Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul  karena  adanya  niat  untuk  berperilaku. Salah satu bentuk perilaku adalah kepatuhan. Menurut  James  et  all.  (2004)  kepatuhan  adalah  suatu  keadaan  yang menuntut wajib pajak untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Nurmantu (2007), kepatuhan wajib  pajak  memenuhi   kewajiban  perpajakkannya akan  meningkatkan  penerimaan  negara  dan  pada gilirannya  akan  meningkatkan  besarnya  rasio  pajak.







BAB III
METODE PENELITIAN

           Dalam penelitian ini penulis memilih untuk melakukan penelitian kualitatif, menggunakan metode studi kasus. Pada bab ini penulis akan membahas mengenai jenis penelitian yang peneliti lakukan serta metode yang digunakan, teknik pengumpukan data yang dilakukan, cara validasi data, dan teknik untuk melakukan analisa data.

3.1 Jenis Penelitian Kualitatif
3.1.1 Definisi Penelitian Kualitatif
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif. menurut Creswell (1994) penelitian kualitatif adalah penelitian dimana peneliti lebih banyak menggunakan kalimat dalam meneliti dan tidak dianjurkan untuk menjustifikasi. Dengan menggunakan penelitian kualitatif peneliti mencari semua data yang dibutuhkan, kemudian dikelompok-kelompokan menjadi lebih spesifik. Menurut Nasution (1998 : 5) “Penelitian  kualitatif  pada  hakekatnya  ialah  mengamati  orang  dalam lingkungan  hidupnya,  berinteraksi  dengan  mereka,  berusaha  memahami  bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya”
Menurut Kountur (2004 : 16) Jenis penelitian kualitatif  adalah:
“Jenis  penelitian  yang  tidak  menggunakan  statistik,  berbeda dengan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya adalah data kualitatif, umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar. Apabila  terdapat  data  yang  berupa  angka-angka,  hanya menjelaskan  sesuatu  saja. ”

Menurut Sumanto (1995 : 11) “Penelitian  kualitatif  lebih  tertarik  untuk  melakukan pemahaman  secara  mendalam  terhadap  suatu  masalah  daripada  melihat permasalahan  untuk  kepentingan  generalisasi.”
Penelitian kualitatif  bersifat  empirik  dengan  sasaran  penelitiannya  yang  sangat  beragam permasalahannya  yang terjadi sekarang ini. Penelitian sejarah masa lampau, dan juga penelitian filosofis  yang biasanya merupakan penelitian kepustakaan meski menggunakan  pola  piker  kualitatif  dari  aspek  kekinian  permasalahan, sering dipandang sebagai penelitian kualitatif yang mempunyai sasaran khusus (Sutopo, 2002: 35).
Menurut Yin dalam penelitian Rizkapuri (2007), penelitian  kualitatif  adalah  bentuk  penelitian  yang terpancang  (embedded  research)  yaitu  penelitian  yang  sudah  menentukan  fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan pada tujuan dan minat  penelitinya  sebelum  peneliti  ke  lapangan  studinya. Di dalam penelitian kualitatif proses risetnya berawal dari suatu observasi atau gejala.  Menurut Krisyantono (2006) penelitian kualitatif bersifat menjelajah, dimana pengetahuan tentang permasalahan masih sangat kurang atau belum ada sama sekali.         
3.1.2 Pengumpulan Data Kualitatif
Pengumpulan  data  dalam  penelitian  ini  menggunakan  beberapa  teknik yang disesuaikan dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
Pertama, Wawancara, sumber data yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia  yang  dalam  posisi  ini  sebagai  narasumber  atau  informan.  Untuk mengumpulkan  informasi  dari  sumber  data  ini  diperlukan  teknik  wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak,  yaitu  pewawancara (interviewer)  yang  mengajukan  pertanyaan  dan  yang diwawancarai  (interviwee)  yang  memberikan  jawaban  atas  pertanyaan  itu (Moleong,  2001:  135). 
Wawancara  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  yaitu wawancara mendalam (in-depth interviewing). Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan bisa dilakukan berulang-ulang pada informan yang sama. Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus sehingga informasi yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam. Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan untuk  memberikan  informasi  yang  sebenarnya, 
Tujuan utama melakukan wawancara menurut Sutopo (2002 : 58) adalah “Untuk menyajikan konstruksi saat  sekarang  dalam  suatu  konteks  mengenai  para  pribadi,  peristiwa,  aktivitas, organisasi,  perasaan,  motivasi,  tanggapan  atau  persepsi,  tingkat  dan  bentuk keterlibatan  dan  sebagainya.”  Teknik  wawancara  ini  penulis lakukan terhadap pegawai pajak yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan.  Peneliti  juga menggunakan tape record sebagai  alat  bantu  wawancara.  Proses  wawancara dilakukan  selama  penelitian  berlangsung  guna  mendapatkan  informasi  yang mendalam dan lengkap.
Kedua, Observasi, menurut Nasution (1988) teknik pengumpulan data ini merupakan dasar dari  semua  ilmu  pengetahuan. Teknik  observasi  digunakan  untuk  menggali  data  dari  sumber  data  yang  berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda serta rekaman gambar. Teknik observasi yang dilakukan adalah observasi langsung berperan pasif baik dilakukan secara formal maupun  informal.  Secara  formal  dapat  diamati  misalnya  pemanfaatan teknoligi informasi yang ada.  Observasi  dilakukan  tidak  hanya  satu  kali  baik secara  formal  maupun  informal. 
Ketiga, Analisis Isi Dokumen, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen, tetapi  juga  tentang  maknanya  yang  tersirat. Oleh  karena  itu Sutopo (2012) mengatakan bahwa  dalam  menghadapi beragam  arsip  dan  dokumen  tertulis  sebagai  sumber  data,  peneliti  harus  bisa bersikap kritis dan teliti. Weber menyatakan dalam Moleong (2001), bahwa kajian isi atau analisis isi metodologi penelitian  yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk  menarik  kesimpulan  yang  sahih  dari  sebuah  buku  atau  dokumen.
Menurut Moleong (2009) Teknik Dokumentasi. Dokumen  merupakan  catatan  peristiwa  yang  sudah  berlalu. Dokumen  bisa  berbentuk  tulisan,  gambar,  atau  karya-karya  monumental dari seseorang. Dokumen yang  ditunjukkan  dalam penelitian ini adalah segala dokumen yang berhubungan  dengan  penerimaan pajak dari tahun 2005-2010.
3.1.3 Validasi Data Kualitatif
Menurut Nasution (1988) Validitas  membuktikan  bahwa  apa  yang  diamati  oleh  peneliti  sesuai dengan  apa  yang  sesungguhnya  ada  dalam  dunia  kenyataan,  dan  apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada  atau  terjadi. Guna  menjamin  dan mengembangkan validitas data yang akan dikumpulkan, teknik validitas data yang bisa digunakan dalam penelitian kualitatif yaitu teknik trianggulasi sumber dan reviu informan.
Trianggulasi Sumber merupakan cara yang digunakan untuk meningkatkan validitas  dalam  penelitian.  Trianggulasi tidak  sekedar  menilai  kebenaran  data, akan tetapi juga untuk menyelidiki validitas tafsiran kita mengenai data itu, karena itu trianggulasi harus bersifat reflektif (Nasution, 1988: 116). Ada empat macam teknik  trianggulasi, yaitu  trianggulasi  data  atau  sumber,  trianggulasi  peneliti, trianggulasi  metodologis,  dan  trianggulasi  teoretis.  Dari  beberapa  teknik trianggulasi yang ada, peneliti menggunakan trianggulasi sumber atau trianggulasi data. Proses pengumpulan data, peneliti menggunakan beragam sumber data yang berbeda. Data  yang  sama  akan  lebih  valid  kebenarannya  apabila  digali  dari sumber data yang berbeda.
Menurut Moleong (2001 : 178), Hal  ini  dapat  dicapai  dengan  jalan: 
“(1)  membandingkan  data  hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa  yang dikatakan  orang di  depan  umum  dengan  apa  yang  dikatakannya  secara pribadi;  (3)  membandingkan  apa  yang  dikatakan  sepanjang  waktu;  (4) membandingkan  keadaan  dan  perspektif  seseorang  dengan  berbagai pendapat  dan  pandangan  orang;  (5)  membandingkan  hasil  wawancara dengan isu suatu dokumen yang berkaitan.”

Dalam  hal  ini  membandingkan  data  hasil  pengamatan  dengan  data  hasil wawancara,  membandingkan  hasil  wawancara  antara  dosen,  mahasiswa dengan dokumen  yang  ada,  membandingkan  pendapat  dari  informan  yang  satu dengan informan yang lain.
Reviu Informan menurut Sutopo (2002) adalah Ssalah  satu  teknik  validitas  data  dalam  penelitian kualitatif. Pada waktu penulis sudah mendapatkan data  yang cukup lengkap dan berusaha  menyusun  sajian  datanya  walaupun  mungkin  masih  belum  utuh  dan menyeluruh, maka laporan yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informant). Hal  ini  perlu  dilakukan  untuk  mengetahui  apakah  laporan  yang  ditulis  tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian  yang bisa disetujui mereka.
3.1.4 Analisis Data Kualitatif
Menurut Sugiyono (2008) Analisis  data  adalah  proses  mencari  dan  menyusun  secara  sistematis data  yang  diperoleh  dari  hasil  wawancara,  catatan  lapangan,  dan dokumentasi,  dengan  cara  mengorganisasikan  data  ke  dalam  kategori, menjabarkan  ke  dalam  unit-unit,  melakukan  sintesa,  menyusun  ke  dalam pola,  memilih  mana  yang  penting  dan  yang  akan  dipelajari,  dan  membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Komponen dalam analisis data menurut Sugiyanto (2008) adalah reduksi data dan penyajian data. Dalam reduksi data, data  yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup banyak, untuk itu  maka  perlu  dicatat  secara  teliti  dan  rinci.  Mereduksi  data  berarti merangkum,  memilih  hal-hal  pokok,  memfokuskan  pada  hal-hal  yang penting, dicari tema dan polanya.  Menurut Sutopo (2002), reduksi  data  merupakan  bagian  dari  analisis yang  mempertegas, memperpendek,  membuat  fokus,  membuang  hal-hal  yang  tidak  penting  dan mengatur  data  sehingga  kesimpulan  akhir  dapat  dilakukan 
Dalam penyajian data  penelitian  kualitatif  bisa  dilakukan  dalam  bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Ketiga, Verifikasi atau penyimpulan Data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap  berikutnya.  Tetapi  apabila  kesimpulan  yang  dikemukakan  pada tahap  awal,  didukung  oleh  bukti-bukti  yang  valid  dan  konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.2 Studi Kasus
3.2.1 Definisi Studi Kasus
Penelitian  kualitatif  ini  secara  spesifik  lebih  diarahkan  pada penggunaan  metode  studi  kasus.  Sebagaimana  pendapat  Lincoln  dan  Guba dalam Pujosuwarno (1992 :  34)  yang  menyebutkan  bahwa  pendekatan kualitatif  dapat  juga  disebut  dengan case study ataupun qualitative,  yaitu penelitian  yang  mendalam  dan  mendetail  tentang  segala  sesuatu  yang berhubungan  dengan  subjek  penelitian.  Lebih  lanjut  Pujosuwarno (1986:  1)  mengemukakan  pendapat  dari  Moh.  Surya  dan  Djumhur  yang menyatakan  bahwa  studi  kasus  dapat  diartikan  sebagai  suatu  teknik mempelajari  seseorang  individu  secara  mendalam  untuk  membantunya memperoleh penyesuaian diri yang baik.
Creswell (1998 : 36) mengemukakan beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :
“(1) mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah “sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan konteks atau setting untuk suatu kasus.”
Menururt Lincoln dan Guba dalam Mulyana (2004 : 201) penggunaan studi  kasus  sebagai  suatu  metode  penelitian  kualitatif  memiliki  beberapa keuntungan, yaitu :
“(1) Studi kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti; (2) Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca kehidupan sehari-hari; (3) Studi  kasus  merupakan  sarana  efektif  untuk  menunjukkan  hubungan antara peneliti dan responden; (4) Studi  kasus  dapat  memberikan  uraian  yang  mendalam  yang  diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.”

Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah adanya teknologi informasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang selatan dari tahun 2005-2010.
Creswell (1998) mengungkapkan bahwa apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa program studi atau sebuah program studi dengan menggunakan berbagai sumber informasiyang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi dan laporan.
3.2.2 Pengumpulan Data Studi Kasus
Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Creswell (1998) mengungkapkan bahwa wawancara dan observasimerupakan alat pengumpul data yang banyak digunakan oleh berbagai penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat itu merupakan pusat dari semua tradisi penelitian kualitatif sehingga memerlukan perhatian yang tambahan dari peneliti.
Yin (1989) mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb; (3) wawancara biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan dan (6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dll.
Lebih lanjut Yin (1989) mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu: (1) menggunakan bukti multisumber; (2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi; (3) memelihara rangkaian bukti.
3.2.3 Validasi Data Studi Kasus
Stake (1995) menyatakan bahwa suatu studi kasus memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui  triangulasi dan member chek. Stake menyarankan triangulasi informasiyaitu mencari pemusatan informasi yang berhubungan secara langsung pada “kondisi data” dalam mengembangkan suatu studi kasus. Triangulasi membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui pengecekan dan pembandingan terhadap data.
Lebih lanjut Stake “menawarkan” triangulasi dari Denzin (1970) yang membedakan empat macam tringulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data, peneliti, teori dan metodologi. Untuk member check, Stake merekomendasikan peneliti untuk melakukan pengecekan kepada anggota yang terlibat dalam penelitian studi kasus ini dan mewakili rekan-rekan merekauntuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.
3.2.4 Analisa Data Studi Kasus
Dalam Creswell (1998) disebutkan bahwa strategi analisis penelitian kualitatif, terdiri dari: strategi analisis menurut Bogdan & Biklen, Huberman & Miles dan Wolcott.  Untuk studi kasus seperti halnya etnografi analisisnya terdiri dari “deskripsi terinci” tentang kasus beserta settingnya. Apabila suatu kasus menampilkan kronologis suatu peristiwa maka menganalisisnya memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya menganalisa informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai dengan settingnya.
Stake (1995) mengungkapkan empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu: (1)  pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul; (2) interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih bermakna; (3) peneliti membentuk poladan mencari kesepadanan antara dua atau lebih  kategori. Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2 yang menunjukkan hubungan antara dua kategori; (4) pada akhirnya, peneliti mengembangkan  generalisasi naturalistikmelalui analisa data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus,apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi kasus.
Lebih lanjut Yin (1989) membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola, yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkanvaliditas internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan (3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.

3.3 Ringkasan
Jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian kualitatif. menurut Creswell (1994) penelitian kualitatif adalah penelitian dimana peneliti lebih banyak menggunakan kalimat dalam meneliti dan tidak dianjurkan untuk menjustifikasi. Penelitian  kualitatif  ini  secara  spesifik  lebih  diarahkan  pada penggunaan  metode  studi  kasus.  Sebagaimana  pendapat  Lincoln  dan  Guba dalam Sayekti  Pujosuwarno (1992 :  34)  yang  menyebutkan  bahwa  pendekatan kualitatif  dapat  juga  disebut  dengan case study ataupun qualitative,  yaitu penelitian  yang  mendalam  dan  mendetail  tentang  segala  sesuatu  yang berhubungan  dengan  subjek  penelitian.
Penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah adanya teknologi informasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang selatan dari tahun 2005-2010. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara. Menurut Sutopo (2002 : 58) adalah “Untuk menyajikan konstruksi saat  sekarang  dalam  suatu  konteks  mengenai  para  pribadi,  peristiwa,  aktivitas, organisasi,  perasaan,  motivasi,  tanggapan  atau  persepsi,  tingkat  dan  bentuk keterlibatan  dan  sebagainya.” 
Observasi, menurut Nasution (1988) teknik pengumpulan data ini merupakan dasar dari  semua  ilmu  pengetahuan. Teknik  observasi  digunakan  untuk  menggali  data  dari  sumber  data  yang  berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda serta rekaman gambar. Teknik observasi yang dilakukan adalah observasi langsung berperan pasif baik dilakukan secara formal maupun  informal. 
Analisis Isi Dokumen, peneliti bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen, tetapi  juga  tentang  maknanya  yang  tersirat.  Dokumen  merupakan  catatan  peristiwa  yang  sudah  berlalu. Dokumen  bisa  berbentuk  tulisan,  gambar,  atau  karya-karya  monumental dari seseorang. Dokumen yang  ditunjukkan  dalam penelitian ini adalah segala dokumen yang berhubungan  dengan  penerimaan pajak dari tahun 2005-2010.


 DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo,  R.  Santoso. 2008.  Pengantar  Ilmu  Hukum  Pajak. Bandung: PT.  Refika Aditama.
Candra, Ricki., Wibisono Haris dan Mujilan. 2013. Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Dan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi.  Vol. 1, No. 1.
Creswell, J. 1998. Reseacrh Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thiusand Oask, CA: Sage Publication.
Diana, Anastasia dan Setiawati, Lilis. 2009. Perpajakan Indonesia Konsep, Aplikasi, Dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Ernawati  dan  Purnomosidhi.  2010.  Pengaruh  Sikap,  Norma  Subjektif,  Kontrol  Perilaku yang  Dipersepsikan,  dan  Sunset  Policy  Terhadap  Kepatuhan  Wajib  Pajak  dengan Niat  Sebagai  Variabel  Intervening.  Skripsi.  Politeknik  Negeri  Malang  dan Universitas Brawijaya. Malang.
Harinurdin, Erwin. 2009. Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi. Volume 16, Nomor 2.
Hudayati, Ataina. 2002. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai Teori  dan  Pendekatan  yang  Melandasi.  Jurnal JAAI.  Volume  6  No.  2.
Kirana, Gita Gowinda. 2010. Analisis Perilaku Penerimaan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filling (Kajian Empiris Di Wilayah Kota Semarang). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
Kounter, Ronny. 2004. Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.
Lina. 2007. Pengaruh Perbedaan Individual dan Karakteristik Sistem Informasi pada Penerimaan Penggunaan Teknologi Informasi dalam e-library. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 22, No. 4,h. 447-465.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Ofset.
Moleong, Lexy J. 2001.  Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya.
Mulyana, Deddy. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nasution, M.A. 1988. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nasution, M.A. 1998. Metode Research. Yogyakarta: Rake Sarasin
Nurmantu,  Safri.  2007.  Faktor-Faktor  yang  mempengaruhi Pelayanan Perpajakan. Jurnal Ilmu Adminstrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi. Vol.15, No.1.
Pandiangan, Liberti. 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan Perpajakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Prabowo, Sandri. 2010. Peranan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II Dalam Meningkatkan Kinerjasatuan Kerja (Satker). Tugas Akhir. Universitas Sebelas November. Surakarta.
Pujosuwarno,  Sayekti.  1998. Berbagai  Pendekatan  dalam  Konseling. Yogyakarta: Menara Mass Offset
Rahayu, Siti Kurnia dan Ely Suhayati. 2010. Perpajakan : Teori dan Teknis Perhitungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahman, Abdul. 2011. Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kecamatan Soreang Kota Parepare. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Rapina,  Jerry,  dan  Yenny    Carolina.  2011.  Pengaruh  Penerapan  Sistem  Administrasi Perpajakan  Modern  Terhadap  Kepatuhan  Wajib  Pajak    (Survey  Terhadap  Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying). Jurnal Riset Akuntansi. Vol.III, No.2.
Resmi,  Siti. 2008. Perpajakan  Teori  dan  Kasus. Edisi  Empat.  Jakarta: Salemba  Empat,
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus. Buku Satu Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat.
Rizkapuri, Rizky. 2007. Studi Tentang Kecenderungan Pemilihanjenis Penelitian Skripsi Mahasiswaprogram Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Seni FKIP UNS Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Rosadi, Danang. 2012. Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System (Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying Bandung). Sskripsi. Universitas Pasundan. Bandung.
Stake, R. 1995. The Art of Case Research. Thousand Oaks. CA: Sage Publications.
Sugiyono. 2008.  Metode  Penelitian  Kunatitatif  Kualitatif  dan  R&D.  Bandung: Alfabeta.
Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial Pendidikan: Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika Dalam Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Sebelas Maret University Press. Surakarta.
Tiraada Tryana A.M. 2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan WPOP Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal EMBA. Vol.1 No.3.
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Waluyo dan Wirawan B, Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 
Yin, Robert K. 1989. Case Study Research Design and Methods. Washington:           COSMOS Corporation.
          
Yuliani. 2013. Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan Menurut UU No. 36 Tahun 2008, Insentif Pajak Dan Nonpajak Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.
_____. Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  28  Tahun  2007  tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
_____.  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  36  Tahun  2008  tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
_____.  Undang-Undang  Republik  Indonesia  Nomor  16  Tahun  2009  tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
_____. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian SPT Elektronik.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM FEED

@soratemplates