BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan salah
satu negara berkembang di dunia. Dalam perkembanganya dibutuhkan anggaran yang
cukup besar setiap tahunnya untuk membiayai pengeluaran pemerintas dan melaksanakan
berbagai macam pembangunan. Semakin besar pengeluaran yang dilakukan oleh negara,
maka semakin besar pula penerimaan yang perlu diterima oleh negara. Menurut Candra, dkk (2013) Pajak merupakan sumber penerimaan
pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan
pembangunan.
Menurut Prof.
Dr. Rochmat Soemitro,
SH, (1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas
Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh
Rahman (2011 : 30)
“Pajak adalah
iuran rakyat kepada
kas negara (peralihan kekayaan
dari sektor partikulir
ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (tegen prestasi), yang langsung
dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Pengertian
yang lain dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Rapina, dkk (2011) Pajak sebagai
suatu kewajiban untuk
menyerahkan sebagian kekayaan
kepada negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah
serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara
kesejahteraan umum.
Dari pengertian-pengertian pajak
yang dikemukakan para
ahli, maka Waluyo dan Wirawan
(2005) dalam Prabowo (2010) mengemukakan
bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak diantaranya, Pertama, pajak
dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya
dapat dipaksakan. Kedua, dalam
pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. Ketiga, pajak dipungut oleh
negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keempat, pajak
diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. Kelima, pajak dapat
pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Dari semua pengertian pajak yang
telah dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pajak merupakan Pajak
merupakan salah satu bentuk kontribusi rakyat kepada negara. Bentuk kontribusi
yang dilakukan berupa iuran yang dibayarkan oleh rakat kepada negara, yang
dalam pemungutannya telah diatur dalam undang-undang. Tujuan dari adanya pajak
adalah sebagai salah satu sumber pendapatan negara yang nantinya digunakan
dalam pembiayaan negara.
Menurut Wijaya dan Martani (2011) dalam
Yuliani (2013) salah satu sektor pajak yang paling besar diperoleh negara
adalah pajak penghasilan. Menurut
Siti Resmi (2009:88) pajak penghasilan adalah “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam satu tahun pajak.” Menurut PSAK No. 46 (2010) pajak penghasilan adalah pajak yang
dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena
pajak entitas.
Menurut
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (Direktorat Jendral Pajak), Pajak
penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang
dimaksud dengan Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai
potensi untuk memperoleh penghasilan dari menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak
Penghasilan.
Dalam
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 Pasal 2 ayat 1 (Direktorat Jendral Pajak) diatur bahwa salah satu yang termasuk dalam Subjek Pajak adalah badan. Badan
adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
Subjek pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut disebut sebagai Wajib Pajak
(WP). Dalam pasal 4 ayat satu Undang-undang Nomor 36 tahun 2008
(Direktorat Jendral Pajak)
disebutkan Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
wajib pajak yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak
dapat dimulai dengan dilakukannya reformasi perpajakan. Hal ini dapat dilakukan
dengan adanya suatu perubahan dalam sistem perpajakan. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Rosadi (2012), Sejak
tahun 1983, sistem
pemungutan pajak di
indonesia menganut self assessment
system menggantikan sistem pemungutan pajak yang semula yaitu official assessment system.
Sebelumnya
dalam official assessment system
wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
terletak pada fiskus atau aparat pajak. Wajib pajak bersifat pasif, jadi
fiskuslah yang lebih aktif mencari wajib pajak dan menentukan berapa jumlah
pajak yang harus dibayar. Sedangkan dalam self
assessment system wajib pajak diberi kepercayaan untuk menentukan,
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang harus dibayar.
Penerapan sistem ini bukan berarti wajib pajak diberi kebebasan penuh untuk
memenuhi kewajiban pajak semaunya.
Selain
melakukan reformasi pada sistem perpajakan, upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah dengan melakukan
reformasi terhadap sistem administrasi perpajakan. Menurut Lumbantoruan (1997)
dalam Rapina, dkk. (2011) administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur
pengenaan dan pemungutan pajak. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan
merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak
maupun di tempat wajib pajak.
Dalam
arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem,
dan (3) lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan.
Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur
(subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak
yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk
mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan
institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses pemajakan.
Perkembangan teknologi informasi
telah berkembang sangat pesat dan telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang.
Seperti halnya pada bidang pajak. Teknologi informasi telah digunakan pada sistem
administrasi perpajakan modern. Sistem ini telah merangkul kemajuan teknologi. Menurut
Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah
studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan,
menganalisis, dan mendistribusikan informasi
dalam bentuk apapun
termasuk kata-kata, bilangan, dan
gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari penerapan
sistem administrasi perpajakan modern guna meningkatkan penerimaan pajak.
Penerapan
teknologi informasi dalam sistem administrasi perpajakn modern terbaru di
antaranya melalui pengembangan Sistem Informasi Perpajakan (SIP). Sistem ini
dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak. bentuk
layanan yang diberikan menggunakan kemajuan teknologi informasi berbasis e-system, seperti e-Registration, e-Filing, e.
Billing.
e-Registration
merupakan bentuk layanan yang memberikan
kemudahan terhadap Wajib Pajak guna mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Menurut Diana dan Setiawati (2009) mengatakan bahwa
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Sebelum adanya sistem
administrasi perpajakn modern, wajib pajak diharuskan untuk mendaftarkan diri
secara langsung ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dicatat sebagai wajib
pajak dan sekaligus untuk mendapatakan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Setelah adanya teknologi informasi, untuk mendapatkan
NPWP wajib pajak dapat mendaftarkan diri melalui
pendaftaran secara online ini, Wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor
pelayanan pajak, cukup dilakukan melalui komputer yang mempunyai jaringan
internet dimanapun, kemudian mengirimkan softcopy dokumen pendukung yang dibutuhkan
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan Anda hanya perlu menunggu kartu
NPWP disampaikan ke alamat wajib pajak.
e-Filing menurut peraturan Direktorat Jendral
Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat 7 adalah suatu cara penyampaian SPT dan
penyampaian pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan secara elektronik yang
dilakukan secara online dan real time melalui jasa aplikasi. Surat Pemberitahuan
(SPT) menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008 pasal 1 ayat
1 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau
harta dan kewajiban sesuai drngan ketentuan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Sebelum
adanya sistem administrasi perpajakn modern penyampaian SPT dilakukan secara
langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, namun setelah adanya sistem e-Filing maka penyampaian SPTdapat
dilakukan dari manapun serta kapanpun. System ini akan mempermudah para wajib
pajak dalam penyampaian SPT, terlebih bagi para wajib pajak yang sedikit
memiliki waktu luang.
e-Billing
merupakan aplikasi yang menawarkan
kemudahan pembayaran pajak melalui metode pembayaran elektronik dengan segala
kelebihannya: cepat, mudah, nyaman dan fleksibel. Meskipun penerapannya masih
dalam tahap ujicoba, namun semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan
Pajak di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.
Untuk mendapatkan
layanan ini, wajib
pajak harus melakukan registrasi melalui situs e-Billing, www.sse.pajak.go.id. Setelah Kode
Billing diperoleh, pembayaran dapat dilakukan melalui Kantor Pos dan bank
persepsi. Penggunaan ATM maupun Internet Banking untuk pembayaran pajak dapat
dilakukan dengan memasukkan Kode Billing ini, namun masih terbatas pada Bank
Mandiri. Sebagai bukti pembayaran, wajib pajak akan
memperoleh Bukti Penerimaan Negara. Untuk transaksi melalui teller, bukti yang
diterbitkan berupa Dokumen Bukti Penerimaan Negara. Apabila transaksi dilakukan
melalui ATM, bukti transaksi berupa struk ATM, sementara apabila pembayaran
dilakukan melalui Internet banking, Bukti Pembayaran yang diterbitkan dalam
format elektronik yang dapat dicetak oleh Wajib Pajak.
Bukti Penerimaan
Negara (BPN) termasuk salinan dan fotokopinya merupakan ‘sarana administrasi
lain’ yang kedudukannya disamakan dengan SSP. Hal tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Sehingga dalam praktek perpajakan,
untuk melakukan pelaporan surat pemberitahuan, pemindahbukuan, bukti pemotongan
dan pemungutan, Bukti Penerimaan Negara tersebut mempunyai kedudukan hukum yang
setara dengan SSP. Layanan pembayaran pajak secara elektronik melalui e-Billing
ini merupakan perwujudan komitmen pelayanan prima Ditjen Pajak.
Dalam sistem administrasi perpajakan
modern kantor pelayanan pajak juga mengalami modernisasi. Dalam penelitian
Prabowo (2010) menerangkan bahwa Pada tahun 2005, mulai dibentuk Kantor
Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) atau STO (Small Taxpayers Office) yang
merupakan gabungan dari ketiga jenis unit kantor yang berbeda Kantor Pelayanan
Pajak(KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB), dan Kantor Pemeriksaan
dan Penyidikan Pajak (Karikpa). Karakteristik utama dari KPP Pratama adalah
pelayanan pajak sudah mulai satu atap (one stop service) karena semua jenis
pelayanan perpajakan baik jenis pajak PPh, PPN, PPnBM, PBB, BPHTB dan
Pemeriksaan/Penyidikan dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Segmen wajib pajak yang dikelola oleh KPP Pratama ini adalah Wajib
Pajak Badan menengah ke bawah dan Wajib Pajak Orang Pribadi, yang terbagi atas
wilayah-wilayah tertentu yang pengawasannya dilakukan oleh Account
Representative (AR) sebagai ujung tombak pelayanan dan perantara antara DJP
dengan Wajib Pajak.
Banyak
hal yang terjadi akibat adanya sistem administrasi perpajakan modern. Salah
satunya adanya teknologi informasi. Tidak luput pula pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang ada di Kota Malang, yaitu Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Malang Selatan yang terletak di Jalan Merdeka
Utara No.3 Malang. Kantor
ini khusus menangani Wajib pajak dari kecamatan Sukun, Klojen dan Kedungkandang.
Menurut Rahayu (2010:109) “modernisasi
sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem
informasi yang handal dan terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi
penerimaan pajak terlaksana dengan baik, efektif dan efisien.”
Guna
mengetahui perbandingan penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah
adanya teknologi informasi berupa e-system
perpajakan yang mulai diterapkan sejak adanya Peraturan Direktur Jendral Pajak
Nomor 47/PJ/2008, maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian dengan
judul “PERBANDINGAN PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI KANTOR PELAYANAN
PAJAK PRATAMA MALANG SELATAN SEBELUM DAN
SETELAH ADANYA TEKNOLOGI INFORMASI (2005-2010).”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar
belakang diatas dapat dirumuskan masaah sebagai berikut:
1.
Mengapa Teknologi Informasi
mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak
Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010?
2.
Bagaimana Teknologi
Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010?
3.
Sejauhmana e-filling mempengaruhi penerimaan pajak
penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun
2005-2010?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui bagaimana
Teknologi Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor
Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010.
2.
Mengetahui mengapa Teknologi
Informasi mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan
Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun 2005-2010.
3.
Mengetahui sejauhmana e-filling mempengaruhi penerimaan pajak
penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak Pratam Malang Selatan dari tahun
2005-2010.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Mahasiswa
Penelitian diharapkan dapat menambah wawasan penulis
serta sebagai sarana penerapan ilmu yang telah didapat selama kuliah.
2.
Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai seluruh
civitas akademika, serta sebagai referensi
yang dapat menunjang untuk bagi penelitian-penelitian yang akan datang.
3.
Bagi Kantor Pelayanan Pajak
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bahan acuan atau masukan bagi pemerintah khususnya Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Malang Selatan dalam mengingkatkan penerimaan pajak.
BAB II
LANDASAN
TEORI
Dalam bab ini
penulis akan membahas mengenai perpajakan, modernisasi perpajakan, teknologi
informasi, serta perilaku. Selain itu pada bab ini dibahas pula mengenai
pengaruh modernisasi perpajakan, teknologi informasi dan perilaku terhadap
penerimaan pajak.
2.1 Perpajakan
2.1.1 Pengertian Pajak
Menurut Prof.
Dr. Rochmat Soemitro,
SH, (1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas
Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh
Rahman (2011 : 30)
“Pajak adalah
iuran rakyat kepada
kas negara (peralihan kekayaan
dari sektor partikulir
ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (tegen prestasi), yang langsung
dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”
Pengertian
yang lain dikemukakan oleh Djajadiningrat dalam Rapina, dkk (2011). Pajak sebagai
suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian kekayaan kepada negara disebabkan
oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,
tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan
pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa
balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.
Definisi
pajak menurut Brotodiharjo (2008:30) adalah sebagai berikut:
“Pajak
adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang tentang wajib pajak membayarnya
menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintah.”
Pengertian
pajak menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (Direktorat
Jendral Pajak) tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah
sebagai berikut:
“Pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara terhutang oleh orang pribadi atau badan
yang besifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.”
Beberapa
pengertian pajak lainnya yang dikemukakan para ahli yang dikutip oleh Siti
Resmi (2008:1) adalah sebagai berikut:
“S.I.
Jayadiningrat, Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan
ke kas negara yang disebabkan keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan
tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang di tetapkan
pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari
negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum,
N.J. Feldmann: Pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut
norma-norma yang ditetapkan
secara umum), tanpa
ada kontraprestasi, dan semata-mata
digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.”
Dari pengertian-pengertian pajak
yang dikemukakan para
ahli, maka Waluyo dan Wirawan
(2005) dalam Prabowo (2010) mengemukakan
bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak diantaranya: Pertama, pajak
dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya
dapat dipaksakan. Kedua, dalam
pembayaran pajak tidak
dapat ditunjukkan adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. Ketiga, pajak dipungut oleh negara
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Keempat, pajak diperuntukkan
bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih
terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. Kelima, pajak dapat pula mempunyai tujuan selain
budgeter, yaitu mengatur.
Dari
semua pengertian pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa pajak merupakan Pajak merupakan salah satu bentuk kontribusi
rakyat kepada negara. Bentuk kontribusi yang dilakukan berupa iuran yang
dibayarkan oleh rakat kepada negara, yang dalam pemungutannya telah diatur
dalam undang-undang. Tujuan dari adanya pajak adalah sebagai salah satu sumber
pendapatan negara yang nantinya digunakan dalam pembiayaan negara.
2.1.2 Fungsi
Pajak
Menurut
Siti Resmi (2008) fungsi pajak merupakan Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara).
Dalam hal ini pajak merupakan
salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Contohnya dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan
dalam negeri. Selain itu pajak juga memiliki Fungsi Regularend (Pengatur). Dalam hal ini
pajak sebagai
alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan. Contohnya yaitu dikenakannya
pajak yang tinggi
terhadap minuman keras, sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan.
Berdasarkan fungsi
yang diatas, dapat
disimpulkan bahwa pajak merupakan
salah satu sumber penerimaan negara yang nantinya digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara, selain itu pajak juga memiliki fungsi sebagai alat pengatur
yang mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah yang tujuannya merupakan hal yang
baik bagi masyarakat luas.
2.1.3 Jenis Pajak
Menurut Mardiasmo
(2011) menyebutkan bahwa
pajak dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
Menurut golongannya jenis pajak
dibagi menjadi dua. Pertama, Pajak Langsung. Pajak jenis ini adalah
pajak yang harus
dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak
dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain. Contohnya
Pajak Penghasilan. Kedua,
Pajak Tidak
Langsung. Pajak jenis ini adalah pajak
yang pada akhirnya
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya
Pajak Pertambahan Nilai.
Menurut sifatnya jenis pajak dibagi
menjadi dua. Pertama, Pajak
Subjektif. Pajak jenis ini adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya Pajak Penghasilan. Kedua, Pajak Objektif. Pajak jenis ini adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
Menurut
Lembaga Pemungutnya jenis pajak dibagi menjadi dua. Pertama,
Pajak Pusat.
Pajak jenis ini adalah
pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contohnya Pajak Penghasilan,
Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai. Kedua,
Pajak Daerah.
Pajak jenis ini adalah
pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas:
Pajak Propinsi, contohnya Pajak Kendaraan
Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Selain itu pajak daerah juga terdiri atas Pajak Kabupaten/Kota contohnya pajak
hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.
2.1.4 Sistem
Pemungutan Pajak
Sistem
pemungutan pajak menurut Waluyo (2011) ada tiga macam, yaitu,
Pertama, Official Assessment System. Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang dibayar oleh wajib pajak
setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang
ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak
Daerah atau dokumen lain
yang dipersamakan seperti karcis
dan nota pesanan (bill). Ciri-cirinya, wewenang
untuk menentukan besarnya
pajak terutang ada
pada fiskus; wajib pajak bersifat pasif;
utang pajak
timbul setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
Kedua, Self Assessment Sytem.
Sistem ini memberikan wewenang
penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan
dan melaporkan sendiri besarnya hutang pajak. Ciri-cirinya,
wewenang untuk
menentukkan besarnya pajak
terutang ada pada wajib pajak itu sendiri;
wajib pajak aktif mulai dari
menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang;
fiskus tidak ikut campur dan
hanya mengawasi.
Ketiga, Witholding System.
Sistem in merupakan suatu
sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus
dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukkan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya, wewenang
menentukkan besarnya pajak yang
terutang adalah pada pihak
ketiga, pihak selain
fiskus dan wajib pajak.
2.1.5 Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2009 (Direktorat
Jendral Pajak) tentang perubahan terbaru atas
Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1983
(Direktorat Jendral Pajak) mengenai
Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, yang
dimaksud dengan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan
perundang undangan perpajakan
ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak
atau pemotong pajak tertentu.
Berdasarkan
Undang-Undang tersebut, Rahayu (2006) membedakan wajib pajak menjadi
Wajib pajak orang pribadi
baik usahawan maupun non usahawan; Wajib
pajak badan, yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan
dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi sosial yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya; dan Pemungut atau pemotong
pajak yang ditunjuk
oleh pemerintah, misalnya
bendaharawan pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN).
2.16 Pajak Penghasilan
Menurut
Resmi (2009 : 88) pajak penghasilan diartikan
sebaga “Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam satu tahun pajak”. Menurut PSAK No. 46 (2010) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung
berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak
entitas.
Menurut
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (Direktorat
Jendral Pajak), Pajak penghasilan
dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam
tahun pajak. Yang dimaksud dengan Subjek Pajak Penghasilan adalah segala
sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dari menjadi
sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan.
2.1.7
Pajak Penghasilan Badan
Menurut Diana dan Setiawati (2009), subjek pajak penghasilan badan dapat
berupa: wajib Pajak Dalam Negeri berupa Badan Usaha, dimana badan
usaha tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia; wajib Pajak Luar Negeri berupa badan atau Bentuk Usaha
Tetap (BUT), dimana badan tersebut tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia baik melalui maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap.
Tarif pajak penghasilan badan berdasarkan Pasal 17 dan Pasal 31 E Undang-Undang No.36 Tahun 2008 (Direktorat
Jendral Pajak) Tentang Pajak Penghasilan,
yaitu sebesar
25 % dari Penghasilan Kena Pajak. Bagi wajib pajak badan dalam negeri
yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen)
dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif
sebesar 5% (lima persen) lebih rendah. Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif tersebut (25%).
Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46
Tahun 2013 adalah sebagai berikut : Atas
peredaran usaha bruto bulan Juli sampai dengan Desember 2013 dari
Wajib Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan PP Nomor 46
Tahun 2013 dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1 % dari
peredaran usaha bruto dan bersifatfinal.
2.2 Revormasi Perpajakan
Menurut Anggito Abimanyu (2003) reformasi perpajakan adalah perubahan
yang mendasar di segala aspek
perpajakan. Reformasi perpajakan
yang sekarang menjadi
prioritas menyangkut
modernisasi administrasi perpajakan
jangka menengah (tiga
hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya: pertama, tingkat kepatuhan
sukarela yang tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang
tinggi. Dan, ketiga, produktivitas aparat perpajakan yang tinggi.
Menurut Pandiangan (2008:64)
“Modernisasi perpajakan yang
dilakukan merupakan bagian dari grand
design reformasi perpajakan
(tax reform) secara komprehensif. Sebagaimana
yang menjadi sasaran
sejak tahun 2002,
bahwa reformasi perpajakan secara
komprehensif sebagai satu
kesatuan dilakukan terhadap
3 (tiga) bidang pokok atau utama yang secara langsung
menyentuh pilar perpajakan, yaitu: Bidang Administrasi, Bidang Peraturan,
Bidang Pengawasan.”
2.3 Modernisasi Administrasi Perpajakan
Menurut Rahayu (2009) modernisasi sistem administrasi perpajakan
merupakan pelaksanaan dari berbagai program
dan kegiatan yang ditetapkan
dalam reformasi administrasi
perpajakan. Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi
perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang
mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik
secara individu, kelompok,
maupun kelembagaan agar
lebih efisien, ekonomis dan
cepat. Hal ini merupakan
perwujudan dari program
dan kegiatan reformasi administrasi perpajakan
jangka menengah yang
menjadi prioritas reformasi
perpajakan yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun
2001.
Konsep dari modernisasi
perpajakan, adalah pelayanan
prima dan pengawasan intensif dengan
pelaksanaan good governance.
Tujuan modernisasi antara
lain, meningkatkan kepatuhan pajak, kepercayaan terhadap administrasi
perpajakan dan memacu produktivitas
pegawai pajak yang
tinggi. Modernisasi sendiri
meliputi tiga hal,
yakni reformasi kebijakan, administrasi
dan pengawasan. Keberhasilan
modernisasi perpajakan
membutuhkan kerja sama dan keterbukaan hati dari kedua belah pihak, baik dari
Direktorat Jenderal Pajak maupun wajib pajak.
Menurut Pandiangan (2008:7) “Modernisasi administrasi perpajakan yang dilakukan
pada dasarnya meliputi : Restrukturisasi organisasi; Penyempurnaan proses
bisnis melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia.”
Sasaran dilakukannya modernisasi sistem administrasi pajak menurut
Pandiangan (2008) adalah: Maksimalisasi penerimaan
pajak; Kualitas pelayanan
yang mendukung kepatuhan wajib
pajak; Memberikan jaminan kepada publik bahwa Direktorat Jenderal Pajak mempunyai
tingkat integritas dan
keadilan yang tinggi; Menjaga rasa
keadilan dan persamaan perlakuan
dalam proses pemungutan
pajak; Pegawai Pajak
dianggap sebagai karyawan yang
bermotivasi tinggi, kompeten,
dan profesional; Peningkatan
produktivitas yang berkesinambungan; Wajib
Pajak mempunyai alat
dan mekanisme untuk mengakses
informasi yang diperlukan; dan Optimalisasi pencegahan penggelapan pajak.
2.4 Teknologi Informasi
Menurut
Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah
studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan,
menganalisis, dan mendistribusikan informasi
dalam bentuk apapun
termasuk kata-kata, bilangan, dan
gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi merupakan salah satu bentuk dari penerapan
sistem administrasi perpajakn modern guna meningkatkan penerimaan pajak.
Penerapan
teknologi informasi dalam sistem administrasi perpajakan modern terbaru di antaranya melalui pengembangan Sistem
Informasi Perpajakan (SIP). Sistem ini dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan
pelayanan kepada wajib pajak. bentuk layanan yang diberikan menggunakan
kemajuan teknologi informasi berbasis e-system,
seperti e-Registration, e-Filing, e. Billing.
E-Registration merupakan layanan yang
memberikan kemudahan terhadap Wajib Pajak guna mendaftarkan diri untuk
memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Adapun menurut Diana dan Setiawati (2009)
mengatakan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan
kepada wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Sebelum
adanya sistem administrasi perpajakn modern, wajib pajak diharuskan untuk
mendaftarkan diri secara langsung ke kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk dicatat
sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatakan Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP).
Setelah adanya teknologi informasi, untuk mendapatkan
NPWP wajib pajak dapat mendaftarkan diri melalui
pendaftaran secara online ini, Wajib pajak tidak perlu lagi datang ke kantor
pelayanan pajak, cukup dilakukan melalui komputer yang mempunyai jaringan
internet dimanapun, kemudian mengirimkan softcopy dokumen pendukung yang dibutuhkan
ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dan Anda hanya perlu menunggu kartu
NPWP disampaikan ke alamat wajib pajak.
E-Filing menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor
47/PJ/2008 pasal 1 ayat 7 adalah suatu cara penyampaian SPT dan penyampaian
pemberitahuan perpanjangan SPT tahunan secara elektronik yang dilakukan secara online dan real time melalui jasa aplikasi. Surat
Pemberitahuan (SPT) menurut peraturan Direktorat Jendral Pajak Nomor 47/PJ/2008
pasal 1 ayat 1 adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai drngan ketentuan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Sebelum
adanya sistem administrasi perpajakn modern penyampaian SPT dilakukan secara
langsung ke Kantor Pelayanan Pajak, namun setelah adanya sistem e-Filing maka penyampaian SPTdapat
dilakukan dari manapun serta kapanpun. System ini akan mempermudah para wajib
pajak dalam penyampaian SPT, terlebih bagi para wajib pajak yang sedikit
memiliki waktu luang.
E-Billing
merupakan aplikasi yang menawarkan
kemudahan pembayaran pajak melalui metode pembayaran elektronik dengan segala
kelebihannya: cepat, mudah, nyaman dan fleksibel. Meskipun penerapannya masih
dalam tahap ujicoba, namun semua Wajib Pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan
Pajak di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan fitur layanan ini.
Untuk mendapatkan
layanan ini, wajib
pajak harus melakukan registrasi melalui situs e-Billing, www.sse.pajak.go.id. Setelah Kode
Billing diperoleh, pembayaran dapat dilakukan melalui Kantor Pos dan bank
persepsi. Penggunaan ATM maupun Internet Banking untuk pembayaran pajak dapat
dilakukan dengan memasukkan Kode Billing ini, namun masih terbatas pada Bank
Mandiri. Sebagai bukti pembayaran, wajib pajak akan
memperoleh Bukti Penerimaan Negara. Untuk transaksi melalui teller, bukti yang
diterbitkan berupa Dokumen Bukti Penerimaan Negara. Apabila transaksi dilakukan
melalui ATM, bukti transaksi berupa struk ATM, sementara apabila pembayaran
dilakukan melalui Internet banking, Bukti Pembayaran yang diterbitkan dalam
format elektronik yang dapat dicetak oleh Wajib Pajak.
Bukti Penerimaan
Negara (BPN) termasuk salinan dan fotokopinya merupakan ‘sarana administrasi
lain’ yang kedudukannya disamakan dengan SSP. Hal tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011. Sehingga dalam praktek perpajakan,
untuk melakukan pelaporan surat pemberitahuan, pemindahbukuan, bukti pemotongan
dan pemungutan, Bukti Penerimaan Negara tersebut mempunyai kedudukan hukum yang
setara dengan SSP. Layanan pembayaran pajak secara elektronik melalui e-Billing
ini merupakan perwujudan komitmen pelayanan prima Ditjen Pajak.
Menurut
Pratama (2009) dalam Kirana (2010), penerapan suatu sistem dan
teknologi informasi tidak terlepas
dari aspek perilaku
karena pengembangan sistem
terkait dengan
masalah individu dan
organisasional sebagai pengguna sistem tersebut, sehingga sistem yang
dikembangkan harus berorientasi
pada penggunanya. Lina
(2007) menyatakan bahwa keberhasilan
penerimaan sistem informasi
tidak hanya ditentukan oleh
bagaimana sistem tersebut
bisa memproses suatu
informasi dengan baik, tapi
juga ditentukan oleh
tingkat penerimaan individu
terhadap penerapan sistem informasi tersebut.
2.5 Perilaku
Menurut Kurt Lewin (1970), perilaku manusia
adalah suatu keadaan seimbang antara driving forces (kekuatan-kekuatan pendorong) dan restrining forces (kekuatan-kekuatan penahan). Perilaku dapat
berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan tersebut. Menurut
Tiraada (2013) Theory of Planned Behavior
menerangkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh individu timbul karena
adanya niat untuk
berperilaku. Sedangkan muncul niat
berperilaku ditentukan oleh
3 faktor penentu
yaitu: (1) behavioral
beliefs, yaitu keyakinan individu
akan hasil dari
suatu perilaku dan
evaluasi atas hasil
tersebut (beliefs strength and
outcome evaluation), (2)
normatif beliefs, yaitu
keyakinan tentang harapan normatif
orang lain dan
motivasi untuk memenuhi
harapan tersebut (normatif beliefs and
motivation to comply),
dan (3) control
beliefs, yaitu keyakinan
tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan
ditampilkan (control beliefs) dan
persepsinya tentang seberapa
kuat hal-hal yang
mendukung dan menghambat
perilakunya tersebut (perceived power).
Dalam
Teori Perilaku Terencana
yang dirumuskan Ajzen dalam Ernawati dan Purnomosidhi (2010), niat berperilaku merupakan
variabel antara dalam
membentuk perilaku. Hal
ini berarti bahwa seseorang
akan melakukan suatu
tindakan atau perilaku
melalui niat. Perilaku juga dipelajari pada bidang akuntansi, seperti dalam Hudayati (2002) disebutkan bahwa akuntansi
keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia
dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et al. 1989). Istilah sistem akuntansi yang
dimaksud di sini dalam arti yang luas yang meliputi seluruh desain alat pengendalian
manajemen yang meliputi sistem pengendalian, sistem penganggaran, desain
akuntansi pertangungjawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau
sentralisasi, desain pengumpulan biaya, desain penilaian kinerja serta
pelaporan keuangan.
Ruang
lingkup akuntansi keperilakuan meliputi: (1) mempelajari pengaruh antara
perilaku manusia terhadap desain, konstruksi, dan penggunaan sistem akuntansi
yang diterapkan dalam perusahaan, yang berarti bagaimana sikap dan gaya kepemimpinan
manajemen mempengaruhi sifat pengendalian akuntansi dan desain organisasi; (2)
mempelajari pengaruh sistem akuntansi terhadap perilaku manusia, yang berarti bagaimana
sistem akuntansi mempengaruhi motivasi, produktivitas, pengambilan keputusan,
kepuasan kerja dan kerja sama; (3) metode untuk memprediksi perilaku manusia
dan strategi untuk mengubahnya, yang berarti bagaimana sistem akuntansi dapat
dipergunakan untuk mempengaruhi perilaku.
Salah satu bentuk
prilaku dalam perpajakan adalah kepatuhan. Menurut James
et all. (2004)
kepatuhan adalah suatu
keadaan yang menuntut wajib pajak
untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan
yang berlaku. Menurut Nurmantu (2003)
dalam Sofyan (2005),
kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu
keadaan dimana wajib
pajak memenuhi semua
kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Menurut Simon
(2003) seperti yang
dikutip oleh Harinurdin (2009)
pengertian kepatuhan pajak
(tax compliance) adalah wajib
pajak mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban
pajaknya. Pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut
harus sesuai dengan
aturan yang berlaku tanpa
perlu ada pemeriksaan,
investigasi seksama (obtrusive
investigation), peringatan, ancaman, dan
penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi.
Menurut Nurmantu
(2007), kepatuhan wajib pajak memenuhi
kewajiban perpajakkannya
akan meningkatkan penerimaan
negara dan pada gilirannya akan
meningkatkan besarnya rasio
pajak.
2.6 Pengaruh Modernisasi Perpajakan, Teknologi Informasi dan
Perilaku Terhadap Penerimaan Pajak
Menurut Rahayu (2009) modernisasi
sistem administrasi perpajakan merupakan pelaksanaan
dari berbagai program
dan kegiatan yang ditetapkan
dalam reformasi administrasi
perpajakan. Dapat dikatakan bahwa penerapan sistem administrasi
perpajakan modern adalah penerapan sistem administrasi perpajakan yang
mengalami penyempurnaan atau perbaikan kinerjanya, baik
secara individu, kelompok,
maupun kelembagaan agar
lebih efisien, ekonomis dan
cepat.
Adapun Sasaran dilakukannya modernisasi sistem administrasi pajak menurut
Pandiangan (2008) adalah untuk maksimalisasi
penerimaan pajak. Secara
keseluruhan dengan adanya modernisasi pada sektor perpajakan diharapkan mampu
membuat sistem pemungutan pajak lebih efisien, selain itu diharapkan pula mampu
untuk memaksimalkan penerimaan pajak.
Salah satu bentuk modernisasi perpajakan adalah diterapkannya teknologi
informasi. Menurut Oxford
(1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi informasi adalah
studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer untuk menyimpan,
menganalisis, dan mendistribusikan informasi
dalam bentuk apapun
termasuk kata-kata, bilangan, dan
gambar.
Menurut Rahayu (2010:109) modernisasi sistem perpajakan di
lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem informasi yang handal dan
terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi penerimaan pajak terlaksana
dengan baik, efektif dan efisien. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan
bahwa dengan diterapkannya teknologi informasi pada sistem perpajakan mampu
mengoptimalkan penerimaan pajak.
Dengan adanya penerapan teknologi informasi maka secara tidak langsung
perilaku wajib pajak akan dipengaruhi. Menurut Tiraada (2013) Theory of Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku
yang ditampilkan oleh individu timbul
karena adanya niat
untuk berperilaku. Salah satu bentuk perilaku adalah kepatuhan. Menurut James
et all. (2004) kepatuhan
adalah suatu keadaan
yang menuntut wajib pajak untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Suryadi (2006)
kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak
pada Wilayah Jawa Timur.
Kepatuhan wajib
pajak yang tinggi dapat dicapai dengan cara dilakukannya modernisasi
administrasi perpajakan. Menurut Nasucha (2004) dalam Rahayu (2009) dua tugas
utama reformasi administrasi
perpajakan menurut Nasucha
(2004) adalah untuk mencapai
efektivitas yang tinggi, yaitu
kemampuan untuk mencapai tingkat
kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya
admninistrasi per unit penerimaan
pajak sekecil-kecilnya.
Menurut Oxford (1995)
dalam Candra (2013)
mendefinisikan teknologi informasi adalah studi
atau penggunaan peralatan
elektronika, terutama
komputer untuk menyimpan, menganalisis, dan
mendistribusikan informasi dalam
bentuk apapun termasuk
kata-kata, bilangan, dan gambar. Fasilitas dengan teknologi informasi
merupakan salah satu bentuk dari penerapan sistem administrasi modern guna
meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2.7 Kerangka Teori
2.8 Ringkasan
Pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan negara. Menurut Brotodiharjo
(2008:30) Pajak adalah iuran kepada negara (dapat dipaksakan) yang tentang
wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat
prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas negara
yang menyelenggarakan
pemerintah.
Menurut Siti Resmi (2008) fungsi pajak dapat disimpulkan
bahwa pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara
yang nantinya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, selain itu pajak juga
memiliki fungsi sebagai alat pengatur yang mendukung kebijakan-kebijakan
pemerintah yang tujuannya merupakan hal yang baik bagi masyarakat luas.
Salah satu bentuk pajak adalah
pajak penghasilan. Menurut PSAK No. 46 (2010)
pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
dan pajak ini dikenakan atas laba kena pajak entitas. Guna
meningkatkan penerimaan pajak maka Direktorat Jendral Pajak melakukan revormasi
perpajakna. Salah satu bentuknya adalah modernisasi sistem administrasi
perpajakan. Dengan dilakukannya
modernisasi sistem administrasi pajak, Pandiangan (2008) mengungkapkan bahwa
tujuannya untuk maksimalisasi
penerimaan pajak.
Menurut Rahayu (2009) modernisasi sistem
administrasi perpajakan merupakan
pelaksanaan dari berbagai
program dan kegiatan yang
ditetapkan dalam reformasi
administrasi perpajakan. Bentuk
dari modernisasi tersebut adalah diterapkannya teknologi informasi. Menurut Oxford (1995) dalam Candra, dkk. (2013) mendefinisikan teknologi
informasi adalah studi atau penggunaan peralatan elektronika, terutama komputer
untuk menyimpan, menganalisis, dan mendistribusikan informasi
dalam bentuk apapun
termasuk kata-kata, bilangan, dan
gambar.
Penerapan
teknologi informasi dalam bidang pajak yang telah dilakukan adalah adanya e-registration, e-filling, serta e-billing. Menurut Rahayu (2010:109) modernisasi
sistem perpajakan di lingkungan DJP dengan memanfaatkan teknologi sistem
informasi yang handal dan terkini dengan demikian akan membuat optimalisasi
penerimaan pajak terlaksana dengan baik, efektif dan efisien. Selain modernisasi
dan teknologi penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh prilaku wajib pajak.
Menurut Tiraada (2013) Theory of
Planned Behavior menerangkan bahwa perilaku yang ditampilkan oleh
individu timbul karena adanya
niat untuk berperilaku.
Salah satu bentuk perilaku adalah kepatuhan. Menurut James
et all. (2004)
kepatuhan adalah suatu
keadaan yang menuntut wajib pajak
untuk kesadaran dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan
yang berlaku. Menurut Nurmantu (2007), kepatuhan wajib pajak
memenuhi kewajiban perpajakkannya akan meningkatkan
penerimaan negara dan
pada gilirannya akan meningkatkan
besarnya rasio pajak.
BAB III
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis memilih untuk melakukan
penelitian kualitatif, menggunakan metode studi kasus. Pada bab ini penulis
akan membahas mengenai jenis penelitian yang peneliti lakukan serta metode yang
digunakan, teknik pengumpukan data yang dilakukan, cara validasi data, dan
teknik untuk melakukan analisa data.
3.1
Jenis Penelitian Kualitatif
3.1.1
Definisi Penelitian Kualitatif
Jenis penelitian yang dilakukan
oleh peneliti adalah penelitian kualitatif. menurut Creswell (1994) penelitian
kualitatif adalah penelitian dimana peneliti lebih banyak menggunakan kalimat
dalam meneliti dan tidak dianjurkan untuk menjustifikasi. Dengan menggunakan penelitian
kualitatif peneliti mencari semua data yang dibutuhkan, kemudian dikelompok-kelompokan
menjadi lebih spesifik. Menurut Nasution (1998 : 5) “Penelitian kualitatif
pada hakekatnya ialah
mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka,
berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya”
Menurut Kountur (2004 : 16) Jenis
penelitian kualitatif adalah:
“Jenis penelitian
yang tidak menggunakan
statistik, berbeda dengan
penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang datanya
adalah data kualitatif, umumnya dalam bentuk narasi atau gambar-gambar.
Apabila terdapat data
yang berupa angka-angka,
hanya menjelaskan sesuatu saja. ”
Menurut Sumanto (1995 : 11) “Penelitian kualitatif
lebih tertarik untuk
melakukan pemahaman secara mendalam
terhadap suatu masalah
daripada melihat
permasalahan untuk kepentingan
generalisasi.”
Penelitian kualitatif bersifat
empirik dengan sasaran
penelitiannya yang sangat
beragam permasalahannya yang
terjadi sekarang ini. Penelitian sejarah masa lampau, dan juga penelitian
filosofis yang biasanya merupakan
penelitian kepustakaan meski menggunakan
pola piker kualitatif
dari aspek kekinian
permasalahan, sering dipandang sebagai penelitian kualitatif yang
mempunyai sasaran khusus (Sutopo, 2002: 35).
Menurut Yin dalam penelitian
Rizkapuri (2007), penelitian
kualitatif adalah bentuk
penelitian yang terpancang (embedded
research) yaitu penelitian
yang sudah menentukan
fokus penelitian berupa variabel utamanya yang akan dikaji berdasarkan
pada tujuan dan minat penelitinya sebelum
peneliti ke lapangan
studinya. Di dalam penelitian kualitatif proses risetnya berawal dari
suatu observasi atau gejala. Menurut
Krisyantono (2006) penelitian kualitatif bersifat menjelajah, dimana
pengetahuan tentang permasalahan masih sangat kurang atau belum ada sama
sekali.
3.1.2
Pengumpulan Data Kualitatif
Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik yang disesuaikan
dengan bentuk penelitian kualitatif dan juga jenis sumber data yang dimanfaatkan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain:
Pertama, Wawancara, sumber data
yang sangat penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia yang
dalam posisi ini
sebagai narasumber atau
informan. Untuk mengumpulkan informasi
dari sumber data
ini diperlukan teknik
wawancara. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai
(interviwee) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan
itu (Moleong, 2001: 135).
Wawancara yang
digunakan dalam penelitian
ini yaitu wawancara mendalam
(in-depth interviewing). Wawancara jenis ini bersifat lentur dan terbuka, tidak
terstruktur ketat, tidak dalam suasana formal dan bisa dilakukan berulang-ulang
pada informan yang sama. Pertanyaan yang diajukan bisa semakin terfokus
sehingga informasi yang bisa dikumpulkan semakin rinci dan mendalam.
Kelonggaran dan kelenturan cara ini akan mampu mengorek kejujuran informan
untuk memberikan informasi
yang sebenarnya,
Tujuan utama melakukan wawancara menurut
Sutopo (2002 : 58) adalah “Untuk menyajikan konstruksi saat sekarang
dalam suatu konteks
mengenai para pribadi,
peristiwa, aktivitas,
organisasi, perasaan, motivasi,
tanggapan atau persepsi,
tingkat dan bentuk keterlibatan dan
sebagainya.” Teknik wawancara
ini penulis lakukan terhadap pegawai
pajak yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan. Peneliti
juga menggunakan tape record sebagai
alat bantu wawancara.
Proses wawancara dilakukan selama
penelitian berlangsung guna
mendapatkan informasi yang mendalam dan lengkap.
Kedua, Observasi, menurut Nasution
(1988) teknik pengumpulan data ini merupakan dasar dari semua
ilmu pengetahuan. Teknik observasi
digunakan untuk menggali
data dari sumber
data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda
serta rekaman gambar. Teknik observasi yang dilakukan adalah observasi langsung
berperan pasif baik dilakukan secara formal maupun informal.
Secara formal dapat
diamati misalnya pemanfaatan teknoligi informasi yang ada. Observasi
dilakukan tidak hanya
satu kali baik secara
formal maupun informal.
Ketiga, Analisis Isi Dokumen, peneliti
bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen, tetapi juga
tentang maknanya yang
tersirat. Oleh karena itu Sutopo (2012) mengatakan bahwa dalam
menghadapi beragam arsip dan
dokumen tertulis sebagai
sumber data, peneliti
harus bisa bersikap kritis dan
teliti. Weber menyatakan dalam Moleong (2001), bahwa kajian isi atau analisis
isi metodologi penelitian yang
memanfaatkan seperangkat prosedur untuk
menarik kesimpulan yang
sahih dari sebuah
buku atau dokumen.
Menurut Moleong (2009) Teknik
Dokumentasi. Dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang ditunjukkan dalam penelitian ini adalah segala dokumen
yang berhubungan dengan penerimaan pajak dari tahun 2005-2010.
3.1.3
Validasi Data Kualitatif
Menurut Nasution (1988) Validitas membuktikan
bahwa apa yang
diamati oleh peneliti
sesuai dengan apa yang
sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan,
dan apakah penjelasan yang
diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau
terjadi. Guna menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan
dikumpulkan, teknik validitas data yang bisa digunakan dalam penelitian
kualitatif yaitu teknik trianggulasi sumber dan reviu informan.
Trianggulasi Sumber merupakan cara yang
digunakan untuk meningkatkan validitas
dalam penelitian. Trianggulasi tidak sekedar
menilai kebenaran data, akan tetapi juga untuk menyelidiki
validitas tafsiran kita mengenai data itu, karena itu trianggulasi harus
bersifat reflektif (Nasution, 1988: 116). Ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu trianggulasi
data atau sumber,
trianggulasi peneliti,
trianggulasi metodologis, dan
trianggulasi teoretis. Dari
beberapa teknik trianggulasi yang
ada, peneliti menggunakan trianggulasi sumber atau trianggulasi data. Proses
pengumpulan data, peneliti menggunakan beragam sumber data yang berbeda.
Data yang sama
akan lebih valid
kebenarannya apabila digali
dari sumber data yang berbeda.
Menurut Moleong (2001 : 178), Hal ini
dapat dicapai dengan
jalan:
“(1) membandingkan
data hasil pengamatan dengan data
hasil wawancara; (2) membandingkan apa
yang dikatakan orang di depan
umum dengan apa
yang dikatakannya secara pribadi; (3)
membandingkan apa yang
dikatakan sepanjang waktu;
(4) membandingkan keadaan dan
perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan
orang; (5) membandingkan
hasil wawancara dengan isu suatu
dokumen yang berkaitan.”
Dalam
hal ini membandingkan
data hasil pengamatan
dengan data hasil wawancara, membandingkan
hasil wawancara antara
dosen, mahasiswa dengan dokumen yang
ada, membandingkan pendapat
dari informan yang
satu dengan informan yang lain.
Reviu Informan menurut Sutopo (2002)
adalah Ssalah satu teknik
validitas data dalam
penelitian kualitatif. Pada waktu penulis sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun
sajian datanya walaupun
mungkin masih belum
utuh dan menyeluruh, maka laporan
yang telah disusunnya perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang
dipandang sebagai informan pokok (key informant). Hal ini
perlu dilakukan untuk
mengetahui apakah laporan
yang ditulis tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi
sajian yang bisa disetujui mereka.
3.1.4
Analisis Data Kualitatif
Menurut Sugiyono (2008) Analisis data
adalah proses mencari
dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh
dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data
ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan
sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana
yang penting dan
yang akan dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain.
Komponen dalam analisis data menurut
Sugiyanto (2008) adalah reduksi data dan penyajian data. Dalam reduksi data, data yang diperoleh dari laporan jumlahnya cukup
banyak, untuk itu maka perlu
dicatat secara teliti
dan rinci. Mereduksi
data berarti merangkum, memilih
hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Menurut Sutopo (2002), reduksi data
merupakan bagian dari
analisis yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang
tidak penting dan mengatur
data sehingga kesimpulan
akhir dapat dilakukan
Dalam penyajian data penelitian
kualitatif bisa dilakukan
dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Ketiga, Verifikasi atau
penyimpulan Data. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara,
dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
tahap berikutnya. Tetapi
apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan
konsisten saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.2
Studi Kasus
3.2.1
Definisi Studi Kasus
Penelitian kualitatif
ini secara spesifik
lebih diarahkan pada penggunaan metode
studi kasus. Sebagaimana
pendapat Lincoln dan
Guba dalam Pujosuwarno (1992 :
34) yang menyebutkan
bahwa pendekatan kualitatif dapat
juga disebut dengan case
study ataupun qualitative, yaitu penelitian yang
mendalam dan mendetail
tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan subjek
penelitian. Lebih lanjut
Pujosuwarno (1986: 1) mengemukakan
pendapat dari Moh.
Surya dan Djumhur
yang menyatakan bahwa studi
kasus dapat diartikan
sebagai suatu teknik mempelajari seseorang
individu secara mendalam
untuk membantunya memperoleh
penyesuaian diri yang baik.
Creswell (1998 : 36) mengemukakan
beberapa karakteristik dari suatu studi kasus yaitu :
“(1)
mengidentifikasi “kasus” untuk suatu studi; (2) Kasus tersebut merupakan sebuah
“sistem yang terikat” oleh waktu dan tempat; (3) Studi kasus menggunakan
berbagai sumber informasi dalam pengumpulan datanya untuk memberikan gambaran
secara terinci dan mendalam tentang respons dari suatu peristiwa dan (4) Menggunakan
pendekatan studi kasus, peneliti akan “menghabiskan waktu” dalam menggambarkan
konteks atau setting untuk suatu kasus.”
Menururt Lincoln dan Guba dalam Mulyana
(2004 : 201) penggunaan studi kasus sebagai
suatu metode penelitian
kualitatif memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
“(1) Studi
kasus dapat menyajikan pandangan dari subjek yang diteliti; (2) Studi kasus
menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca
kehidupan sehari-hari; (3) Studi
kasus merupakan sarana
efektif untuk menunjukkan
hubungan antara peneliti dan responden; (4) Studi kasus
dapat memberikan uraian
yang mendalam yang
diperlukan bagi penilaian atau transferabilitas.”
Penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan
penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah adanya teknologi
informasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang selatan dari tahun
2005-2010.
Creswell (1998) mengungkapkan bahwa
apabila kita akan memilih studi untuk suatu kasus, dapat dipilih dari beberapa
program studi atau sebuah program studi dengan menggunakan berbagai sumber
informasiyang meliputi: observasi, wawancara, materi audio-visual, dokumentasi
dan laporan.
3.2.2
Pengumpulan Data Studi Kasus
Pengumpulan data dalam studi kasus
dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan
pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu
kasus. Creswell (1998) mengungkapkan bahwa wawancara dan observasimerupakan
alat pengumpul data yang banyak digunakan oleh berbagai penelitian. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua alat itu merupakan pusat dari semua tradisi penelitian
kualitatif sehingga memerlukan perhatian yang tambahan dari peneliti.
Yin (1989) mengungkapkan bahwa
terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu: (1) dokumentasi
yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa,
proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel; (2) rekaman arsip
yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama,
rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb; (3) wawancara
biasanya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) observasi partisipan dan
(6) perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau
instrumen, pekerjaan seni dll.
Lebih lanjut Yin (1989)
mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat
dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu: (1) menggunakan
bukti multisumber; (2) menciptakan data dasar studi kasus, seperti :
catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi;
(3) memelihara rangkaian bukti.
3.2.3
Validasi Data Studi Kasus
Stake (1995) menyatakan bahwa suatu
studi kasus memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui triangulasi dan member chek. Stake
menyarankan triangulasi informasiyaitu mencari pemusatan informasi yang
berhubungan secara langsung pada “kondisi data” dalam mengembangkan suatu studi
kasus. Triangulasi membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui
pengecekan dan pembandingan terhadap data.
Lebih lanjut Stake “menawarkan”
triangulasi dari Denzin (1970) yang membedakan empat macam tringulasi sebagai teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data, peneliti, teori dan
metodologi. Untuk member check, Stake merekomendasikan peneliti untuk melakukan
pengecekan kepada anggota yang terlibat dalam penelitian studi kasus ini dan
mewakili rekan-rekan merekauntuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan
situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.
3.2.4
Analisa Data Studi Kasus
Dalam Creswell (1998) disebutkan
bahwa strategi analisis penelitian kualitatif, terdiri dari: strategi analisis
menurut Bogdan & Biklen, Huberman & Miles dan Wolcott. Untuk studi kasus seperti halnya etnografi analisisnya
terdiri dari “deskripsi terinci” tentang kasus beserta settingnya. Apabila
suatu kasus menampilkan kronologis suatu peristiwa maka menganalisisnya
memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam
evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya
menganalisa informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai
dengan settingnya.
Stake (1995) mengungkapkan empat
bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus,
yaitu: (1) pengumpulan kategori,
peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap
menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul; (2) interpretasi
langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna
darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam
menarik data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama
agar lebih bermakna; (3) peneliti membentuk poladan mencari kesepadanan antara
dua atau lebih kategori. Kesepadanan ini
dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2 yang menunjukkan hubungan antara dua
kategori; (4) pada akhirnya, peneliti mengembangkan generalisasi naturalistikmelalui analisa
data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari
suatu kasus,apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi
kasus.
Lebih lanjut Yin (1989) membagi tiga
teknik analisis untuk studi kasus, yaitu (1) penjodohan pola, yaitu dengan
menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang
didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan
beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya
dapat menguatkanvaliditas internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan
eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi kasus dengan cara
membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan (3) analisis deret
waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan pendekatan
eksperimen dan kuasi eksperimen.
3.3
Ringkasan
Jenis penelitian yang dilakukan
oleh peneliti adalah penelitian kualitatif. menurut Creswell (1994) penelitian
kualitatif adalah penelitian dimana peneliti lebih banyak menggunakan kalimat
dalam meneliti dan tidak dianjurkan untuk menjustifikasi. Penelitian kualitatif
ini secara spesifik
lebih diarahkan pada penggunaan metode
studi kasus. Sebagaimana
pendapat Lincoln dan
Guba dalam Sayekti Pujosuwarno (1992
: 34)
yang menyebutkan bahwa
pendekatan kualitatif dapat juga
disebut dengan case study ataupun qualitative, yaitu penelitian yang
mendalam dan mendetail
tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan subjek
penelitian.
Penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan
penerimaan pajak penghasilan badan sebelum dan setelah adanya teknologi
informasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang selatan dari tahun
2005-2010. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam
penelitian ini adalah melakukan wawancara. Menurut Sutopo (2002 : 58) adalah
“Untuk menyajikan konstruksi saat
sekarang dalam suatu
konteks mengenai para
pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan,
motivasi, tanggapan atau
persepsi, tingkat dan
bentuk keterlibatan dan sebagainya.”
Observasi, menurut Nasution (1988) teknik
pengumpulan data ini merupakan dasar dari
semua ilmu pengetahuan. Teknik observasi
digunakan untuk menggali
data dari sumber
data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, benda
serta rekaman gambar. Teknik observasi yang dilakukan adalah observasi langsung
berperan pasif baik dilakukan secara formal maupun informal.
Analisis Isi Dokumen, peneliti
bukan sekedar mencatat isi penting yang tersurat dalam dokumen, tetapi juga
tentang maknanya yang
tersirat. Dokumen merupakan
catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang ditunjukkan
dalam penelitian ini adalah segala dokumen yang berhubungan dengan
penerimaan pajak dari tahun 2005-2010.
DAFTAR PUSTAKA
Brotodihardjo, R.
Santoso. 2008. Pengantar Ilmu
Hukum Pajak. Bandung: PT. Refika Aditama.
Candra, Ricki., Wibisono Haris dan
Mujilan. 2013. Modernisasi
Sistem Administrasi Perpajakan Dan Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi.
Vol. 1, No.
1.
Creswell, J. 1998. Reseacrh
Design Qualitative & Quantitative Approaches. Thiusand Oask, CA: Sage
Publication.
Diana, Anastasia dan Setiawati, Lilis. 2009. Perpajakan Indonesia
Konsep, Aplikasi, Dan Penuntun Praktis. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Ernawati dan
Purnomosidhi. 2010. Pengaruh Sikap,
Norma Subjektif, Kontrol
Perilaku yang Dipersepsikan, dan
Sunset Policy Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak
dengan Niat Sebagai Variabel
Intervening. Skripsi. Politeknik
Negeri Malang dan Universitas Brawijaya. Malang.
Harinurdin, Erwin.
2009. Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Jurnal Ilmu Administrasi dan
Organisasi. Volume 16, Nomor 2.
Hudayati, Ataina.
2002. Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai Teori dan
Pendekatan yang Melandasi.
Jurnal JAAI. Volume
6 No. 2.
Kirana, Gita
Gowinda. 2010. Analisis Perilaku Penerimaan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan
E-Filling (Kajian Empiris Di Wilayah Kota Semarang). Skripsi. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Kounter, Ronny.
2004. Metode Penelitian Untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis. Jakarta: Penerbit PPM.
Lina. 2007.
Pengaruh Perbedaan Individual dan Karakteristik Sistem Informasi pada
Penerimaan Penggunaan Teknologi Informasi dalam e-library. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 22, No. 4,h. 447-465.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta:
Andi Ofset.
Moleong, Lexy J.
2001. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J.
2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakaya.
Mulyana, Deddy.
2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Nasution, M.A.
1988. Metode Penelitian Naturalistik dan Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nasution, M.A.
1998. Metode Research. Yogyakarta: Rake Sarasin
Nurmantu, Safri.
2007. Faktor-Faktor yang
mempengaruhi Pelayanan Perpajakan. Jurnal
Ilmu Adminstrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi. Vol.15, No.1.
Pandiangan,
Liberti. 2008. Modernisasi dan Reformasi Pelayanan
Perpajakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Prabowo, Sandri.
2010. Peranan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Tengah II Dalam Meningkatkan
Kinerjasatuan Kerja (Satker).
Tugas Akhir.
Universitas Sebelas November. Surakarta.
Pujosuwarno, Sayekti.
1998. Berbagai Pendekatan
dalam Konseling. Yogyakarta:
Menara Mass Offset
Rahayu, Siti Kurnia dan Ely
Suhayati. 2010. Perpajakan : Teori dan
Teknis Perhitungan.
Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Rahman, Abdul.
2011. Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi
Dan Bangunan Di Kecamatan Soreang Kota Parepare. Skripsi. Universitas
Hasanuddin. Makasar.
Rapina, Jerry,
dan Yenny Carolina.
2011. Pengaruh Penerapan
Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak (Survey Terhadap
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying). Jurnal
Riset Akuntansi. Vol.III, No.2.
Resmi, Siti. 2008. Perpajakan Teori dan
Kasus. Edisi Empat. Jakarta: Salemba Empat,
Resmi, Siti. 2009. Perpajakan : Teori dan Kasus. Buku Satu
Edisi 5. Jakarta : Salemba Empat.
Rizkapuri, Rizky.
2007. Studi Tentang Kecenderungan
Pemilihanjenis Penelitian Skripsi Mahasiswaprogram Studi Pendidikan Seni Rupa
Jurusan Pendidikan Bahasa Dan Seni FKIP UNS Surakarta. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta
Rosadi, Danang.
2012. Pengaruh
Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Pelaksanaan Self Assessment System
(Survey Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Cibeunying Bandung). Sskripsi. Universitas Pasundan. Bandung.
Stake, R. 1995. The
Art of Case Research. Thousand Oaks. CA: Sage Publications.
Sugiyono.
2008. Metode Penelitian Kunatitatif
Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial Pendidikan:
Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika Dalam Penelitian. Yogyakarta:
Andi Offset.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif - Dasar
Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Sebelas Maret University Press.
Surakarta.
Tiraada Tryana A.M.
2013. Kesadaran Perpajakan, Sanksi Pajak, Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan WPOP
Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal
EMBA. Vol.1 No.3.
Waluyo. 2011.
Perpajakan Indonesia. Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Waluyo dan Wirawan B, Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia.
Jakarta: Salemba Empat.
Yin, Robert K. 1989. Case
Study Research Design and Methods. Washington: COSMOS Corporation.
Yuliani. 2013. Pengaruh Penurunan Tarif Pajak Penghasilan Badan
Menurut UU
No. 36 Tahun 2008, Insentif Pajak Dan Nonpajak Terhadap Manajemen Laba Pada
Perusahaan Manufaktur Di Indonesia. Skripsi.
Universitas Diponegoro. Semarang.
_____. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
_____. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2008
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
_____. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2009
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
_____. Peraturan
Direktorat Jenderal Pajak Nomor 47/PJ/2008 tentang Tata Cara Penyampaian SPT
Elektronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar